Lihat ke Halaman Asli

made didi kurniawan

Peneliti dan Penulis Lepas

Lindungi Anak dari Goresan Fisik, Lupa Luka Digital?

Diperbarui: 23 Mei 2025   07:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perisai digital: Lindungi anak dari ancaman dunia maya yang tak terlihat. (Sumber: Gemini AI)

Di tengah pesatnya laju teknologi, orang tua dihadapkan pada sebuah paradoks yang mencolok. Naluri protektif yang kuat mendorong mereka untuk menjaga buah hati dari bahaya fisik yang kasat mata: luka gores, benturan, atau penyakit menular. Rumah diamankan, pagar ditinggikan, dan pengawasan ketat diberlakukan saat anak bermain di luar. Namun, ironisnya, perhatian yang sama seringkali luput dari ancaman yang tak terlihat namun tak kalah nyata: risiko di dunia digital. Layar gawai telah menjadi jendela sekaligus pintu gerbang menuju lautan informasi dan interaksi sosial yang luas, namun juga menyimpan potensi bahaya yang mengintai. Perubahan zaman menuntut kita untuk memperluas definisi perlindungan anak, tidak hanya sebatas pada fisik, tetapi juga pada kesehatan mental, emosional, dan perkembangan kognitif mereka di era digital ini.

Mengasah Literasi Digital: Benteng Pertahanan di Dunia Maya

Literasi digital bukan hanya sekadar kemampuan mengoperasikan perangkat atau aplikasi, tetapi juga mencakup pemahaman tentang etika berinternet, kemampuan membedakan informasi yang benar dan salah (hoaks), kesadaran akan jejak digital, serta kemampuan melindungi privasi diri. Orang tua memegang peranan krusial dalam menanamkan fondasi literasi digital ini sejak dini. Ini bisa dimulai dengan mengenalkan anak pada sumber informasi yang kredibel, mendiskusikan potensi risiko interaksi daring, dan mengajarkan cara melaporkan konten atau perilaku yang tidak pantas. Selain itu, mendorong minat membaca buku fisik dan digital dengan konten yang positif dan edukatif dapat memperkaya wawasan anak, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, dan mengurangi ketergantungan berlebihan pada media sosial. Dengan memiliki landasan literasi digital yang kuat, anak-anak akan lebih mampu memilah dan memilih informasi, berinteraksi secara sehat, dan menghindari jebakan dunia maya. Sekolah juga memiliki tanggung jawab besar dalam mengintegrasikan pendidikan literasi digital ke dalam kurikulum, melengkapi upaya yang dilakukan di rumah. Kolaborasi antara orang tua dan pendidik akan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi perkembangan literasi digital anak.

Komunikasi Terbuka: Jembatan Pemahaman di Era Digital

Alih-alih bersikap otoriter atau melarang secara total, pendekatan yang lebih efektif adalah membangun kepercayaan dan menciptakan ruang di mana anak merasa nyaman untuk berbagi pengalaman dan kekhawatiran mereka di dunia maya. Orang tua perlu menunjukkan minat yang tulus terhadap apa yang anak lakukan secara daring, bertanya tentang aplikasi atau platform yang mereka gunakan, dan mendengarkan cerita mereka tanpa menghakimi. Diskusi yang terbuka dapat membantu orang tua memahami dunia digital dari perspektif anak, sekaligus memberikan bimbingan dan nasihat yang relevan. Ketika anak merasa didengarkan dan dipahami, mereka akan lebih terbuka untuk menerima batasan dan arahan yang diberikan. Komunikasi yang efektif juga mencakup mengajarkan anak tentang pentingnya menghormati orang lain secara daring, menghindari perundungan siber (cyberbullying), dan memahami konsekuensi dari tindakan mereka di dunia maya. Orang tua dapat berbagi pengalaman pribadi atau contoh kasus yang relevan untuk mengilustrasikan dampak positif dan negatif dari interaksi digital. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik, orang tua tidak hanya menjadi pengawas, tetapi juga menjadi mentor dan teman yang dapat diandalkan anak dalam menghadapi tantangan di dunia digital.

Menetapkan Batasan Bijak: Keseimbangan dalam Penggunaan Media Sosial

Meskipun teknologi menawarkan banyak manfaat, penggunaan yang berlebihan dan tanpa kontrol dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik (gangguan tidur, masalah mata, postur tubuh), kesehatan mental (kecemasan, depresi, rendah diri), dan perkembangan sosial anak (kurangnya interaksi tatap muka, kesulitan membangun empati). Orang tua perlu menetapkan batasan waktu yang jelas untuk penggunaan gawai, area bebas gawai di rumah (misalnya saat makan atau di kamar tidur), dan mendorong aktivitas di luar layar seperti bermain di alam, berolahraga, atau mengembangkan hobi. Penting untuk memberikan contoh yang baik sebagai orang tua dalam penggunaan teknologi. Jika orang tua terus-menerus terpaku pada layar, sulit bagi anak untuk memahami pentingnya batasan. Selain itu, orang tua perlu memantau jenis konten yang dikonsumsi anak dan interaksi yang mereka lakukan di media sosial. Penggunaan aplikasi atau fitur pengawasan orang tua dapat membantu dalam hal ini, namun yang lebih penting adalah membangun kesadaran pada anak tentang risiko konten negatif atau interaksi yang tidak sehat. Batasan yang ditetapkan sebaiknya fleksibel dan disesuaikan dengan usia dan tingkat kedewasaan anak, serta dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten. Tujuannya bukan untuk melarang, tetapi untuk membantu anak mengembangkan kebiasaan penggunaan teknologi yang sehat dan seimbang, sehingga mereka dapat memanfaatkan manfaatnya tanpa terjerumus dalam dampak negatifnya.

Dengan memahami paradoks ini dan mengambil langkah-langkah proaktif dalam mengasah literasi digital, membangun komunikasi terbuka, dan menetapkan batasan yang bijak, orang tua dapat membekali anak-anak dengan perisai yang kokoh untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di era digital. Perlindungan anak di abad ke-21 menuntut pemahaman yang lebih mendalam tentang lanskap digital dan komitmen untuk terus belajar dan beradaptasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline