Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Puisi | Rumah Berdinding Bukit

Diperbarui: 25 September 2019   13:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

"Sudah kusiapkan kopi dan gula merah," katamu ketika hari mendekati sore

"Ah, benarkah kau siapkan kopi dan gula merah?" tanyaku

Tidak akan ada yang lebih indah dari kopi dan gula merah, lalu dituang ke dalam susunan mozaik serpihan pengalaman yang direkatkan dengan cairan-cairan emas

Di antara bentuk yang tidak diduga, merupa kejutan-kejutan dari sisi-sisi waktu

Di antara retakan-retakan bersisi banyak, merupa sua yang memantulkan kilau dari banyak sudut

"Tak maukah datang untuk sedikit mencecap?" tawarmu di antara senyum dan mata murung, ketika aku menerobos sesak jalan ke utara

"Adakah kopi dan gula merah untukku?" tanyaku kemudian, berharap mimpi tidak berakhir ketika mata terbuka dan sore berlalu

"Aku sudah menyisihkan kopi dan gula merah. Dan sudah kumasukkan ke dalam serpihan-serpihan pengalaman yang memozaik, dan emas menyatukannya menjadi sebuah keelokan. Kutuang nanti ketika kamu menduduki bangku di seberang mejaku," lanjutmu.

Dan aku terpesona. Seperti melihat malam yang terlalu indah untuk diakhiri di sisi jauh mimpi

"Kau kah semburat matahari senja? Yang sinarnya memantul ke permukaan serpihan pengalaman yang memozaik?" gumanku mengagumi keindahanmu

"Aku hanyalah pengaduk kopi dan gula merah" jawabmu sambil mengambil sendok bermulut kecil dan bertangkai panjang sewarna tembaga

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline