Lihat ke Halaman Asli

Adrian Diarto

TERVERIFIKASI

orang kebanyakan

Puisi | Irisan Malam di Pasar Desa

Diperbarui: 12 April 2019   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Andang Setiawan

Setelah tanjakan yang berbelok ke kiri, dan melewati los-los pedagang, bulan sabit harus melampaui pohon-pohon untuk menerangi tanah.

Melewati pelepah-pelepah kelapa dan ujung bunga kembang jati yang dibalut hitam.

Jalan akan menurun panjang sebelum berbelok di antara dahan-dahan yang rendah memanjang mendekati permukaan tanah.

Malam biasanya tidak akan berlangsung lama di sini.

Secepat kelebat mimpi yang menari indah, sekilas angin yang berhembus mengusap malam.

Ketika malam melarut, dan bulan semakin tinggi, dingin akan menemani duduk di balai-balai di sisi dekat.

"Tuangkan kopi dengan gula merah untukku," pintamu dengan tangan memeluk kedua kaki di sudut balai sebelah kiri dan dagu merapat ke atas lutut. Dan mata muram terus menyusuri malam.

"Apakah malam datang setelah siang?" tanyamu ketika kopi masih kutuang setengah cangkir.

Aku menyukai pertanyaanmu. Sudah lama aku mengagumi pertanyaan-pertanyaan seperti itu, seperti hendak menghentikan sebuah pagi di sisi sungai yang mengalir pelan.

Matamu beralih mengikuti kabut yang pelan berarak di sisi bukit di sebelah selatan.

Tepat di atas seruas jalan yang membujur indah, jalan yang tidak akan pernah kita susuri bahkan ketika pagi datang dan kicau burung memenuhi dahan-dahan pohon jati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline