Lihat ke Halaman Asli

Ayu Diahastuti

TERVERIFIKASI

an ordinary people

Urai Cemas, Peluk Tenang dengan Mindfulness

Diperbarui: 18 Mei 2022   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi grounding | Gambar: Benjamin Child via unsplash

Hmmm, baru saja saya ingin membagikan secuil peristiwa yang beberapa minggu ini melewati ruang benak saya. 

Ya, apalagi bila bukan tentang kecemasan. 

Kurang lebih dua minggu yang lalu, seorang kawan datang ke rumah. Sambil berlinang air mata ia hanya sempat berucap, "Yuk, adhiku mlebu RSJ mau awan." (Ayuk, adikku masuk RS Jiwa tadi siang.) 

Saat itu saya hanya diam. Sembari duduk, ia mulai bercerita tentang kehilangan relasi dengan adiknya yang harus menjalani perawatan khusus di rumah sakit jiwa karena depresi akut.

Selang beberapa hari kemudian saya mendapat berita duka, adik sepupu saya meninggal dunia karena terpapar virus covid-19.

Satu minggu yang lalu, kedua adik saya harus menjalani isolasi mandiri di rumah mereka masing-masing, karena ketersediaan ruang bagi pasien positif covid di rumah sakit Solo telah dipadati antrian panjang. Maka mau tidak mau mereka harus berjuang dengan saturasi oksigen yang mendekati limit. 

Acap kali, panik mendera. Tak jarang room chat saya dihiasi percakapan singkat kami tentang cemas yang begitu menekan. Kadang terdengar suara putus asa dari balik bilik algoritma. 

"Doakan aku ya, Mbak. Ndak bisa nafas ini," begitu kesah yang saya dengar di sela berat upaya mereka menggapai oksigen bebas. 

Setiap hari arus informasi tentang persebaran virus covid-19 seakan terus mendera dan memenuhi laci pikiran kita. 

Serasa lelah. Capek. Ya, saya mengerti. Saat ini kita sedang diterpa badai yang menjulang tinggi, seakan menghalangi seluruh pandangan kita. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline