Lihat ke Halaman Asli

Dhany Wahab

Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

Pandemi dan Tradisi Mudik

Diperbarui: 8 Mei 2021   14:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Grid.Id

Sudah setahun lebih pandemi mendera umat manusia. Kaum muslim kembali menjalani ibadah ramadan untuk kedua kalinya di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, kini muncul varian Covid-19, B.1.617 yang berasal dari India sudah terdeteksi masuk Indonesia. B.1.617 merupakan hasil dari mutasi ganda E484Q dan L452R.

Varian ini dianggap lebih menular dan dapat menyebar lebih cepat. Angka kematian akibat penyakit ini terus meningkat. Pada Selasa (4/5/2021), India mencatat 20 juta kasus Covid-19, 7 juta penambahan kasus terjadi hanya dalam waktu sebulan.

Dari total 222.000 kematian akibat Covid-19 di India, lebih dari 57.000 kasus tercatat dalam sebulan. Artinya, ada 80 kasus kematian per jam di India. Namun, angka itu dipercaya hanya catatan rumah sakit, sedangkan angka aslinya lebih banyak.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan ekstra ketat untuk menekan penyebaran Covid-19 ditengah masyarakat. Satgas Penanganan Covid-19 bersama jajaran pemerintah terkait diantaranya Kementerian Perhubungan dan Polri, pada Kamis (8/4/2021) petang di Graha BNPB, mengumumkan dirilisnya Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 No. 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah selama 6 - 17 Mei 2021.

Melalui surat edaran ini, pemerintah tegas melarang masyarakat melakukan kegiatan mudik lebaran tahun ini demi melindungi masyarakat dari penularan virus Covid-19. Larangan ini diberlakukan untuk moda transportasi darat, laut dan udara.

Dalam aturan terbaru ini, terdapat pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik ini. Yaitu layanan distribusi logistik, perjalanan dinas, kunjungan sakit/duka, dan pelayanan ibu hamil dengan pendamping maksimal 1 orang dan pelayanan ibu bersalin dengan pendamping maksimal 2 orang.

Untuk memastikan aturan larangan mudik dipatuhi oleh masyarakat, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) juga menyiagakan ribuan personel untuk berjaga di ratusan titik penyekatan. Dengan menjaga banyak titik penyekatan, Polri berharap dapat mencegah mobilitas kendaraan pemudik agar tidak bergerak lintas-daerah.

Sebelumnya Polri merencanakan ada 333 titik penyekatan yang tersebar dari Lampung, Pulau Jawa hingga Bali. Namun, belakangan kepolisian memutuskan untuk menambah jumlah pos penyekatan menjadi 381 titik. Ratusan titik sekat itu menyebar dari Sumatera Selatan hingga Pulau Bali.

Sudah dua kali masyarakat Indonesia mengadakan hari raya Idul Fitri di tengah pandemi Covid-19. Dengan angka infeksi yang belum dapat ditekan sepenuhnya, pemerintah kembali memutuskan bahwa kali ini masyarakat tidak bisa menjalankan tradisi mudik.

Namun tetap saja, rasa rindu kampung halaman yang kuat dan ditambah dengan perasaan bahwa tahun lalu tidak dapat berlebaran di kampung halaman mendorong sebagian masyarakat untuk mudik tahun ini. Berbagai cara dilakukan, mulai dari mencari jalan tikus hingga menumpang di bak truk sayur.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat mengatakan dengan hadirnya Hari Lebaran, seseorang diajarkan untuk lebur, yaitu menyatu kembali dengan sesama hamba Tuhan, apa pun status sosialnya, setelah kembali ke fitrahnya. Itu ditandai dengan diselenggarakannya acara halalbihalal di lingkungan perkantoran dan masyarakat, sebuah forum untuk saling memaafkan dan memperkukuh rajutan sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline