Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Kenangan Maulidan dengan Bertukar Jajanan

Diperbarui: 9 November 2019   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu biasanya kami membawa kue-kue lalu ditaruh dalam dus untuk ditukarkan (dokpri)

Dulu ketika aku masih kanak-kanak peringatan Maulid Nabi atau yang biasa disebut Maulidan, termasuk yang kutunggu. Biasanya ada berbagai lomba meramaikan peringatan tersebut. Namun yang paling kunanti adalah acara bertukar jajanan. Aku harap-harap cemas jajanan apa saja yang bakal kudapatkan kali itu.

Entah saja kapan tradisi bertukar jajan ini dimulai. Aku mulai merasakan pengalaman bertukar jajan ini ketika duduk di bangku kelas satu. Hingga kelas lima aku masih bisa merasakan serunya bertukar kue. Seru, pasalnya kita tidak tahu kue apa yang bakal kita dapat hari itu.

Biasanya kami diminta minimal membawa empat buah kue. Jenisnya terserah, boleh apa saja. Boleh seragam juga bisa berbeda-beda.

Pada waktu itu jenis kue tak beragam seperti sekarang. Jenisnya biasanya kue-kue yang dibungkus seperti wafer. Lalu kue-kue basah seperti nagasari, onde-onde, pukis, carabika, sus vla, kue lumpur, cucur, kue lapis, dan pastel ayam. Lainnya adalah kue seperti cake, proll tape, lapis legit, spikuk atau lapis Surabaya, dan oenbitjkoek.

Dulu Ibu suka sekali dengan cake oenbitjloek. Kue berwarna kecokelatan ini memiliki rasa dan aroma yang khas. Ada kayu manis dan di atas cake ditaburi kenari cincang. Ibu punya toko langganan kue ini dan biasanya ia suka membawakanku jenis cake ini untuk acara Maulid Nabi. Kadang-kadang Ibu tambahkan sus isi vla dan onde-onde.

Saat berangkat ke sekolah aku suka bertanya-tanya ke kawanku kue apa yang ia bawa. Ada kawanku yang suka sekali membawa lapis legit dan lapis Surabaya. Hampir tiap tahun ia membawa itu dan biasanya berupa cake utuh, tidak ia potong-potong. Tapi anehnya kue ini jarang kami dapatkan di kotak makanan kami. Mungkin panitia acara mendapatkan jatah kue yang dulu termasuk mahal itu.

Kotak-kotak kue ini kemudian dikumpulkan oleh guru berdasarkan kelas. Kami kemudian berkumpul di ruang kelas yang telah diubah menjadi seperti aula. Di sana ada berbagai acara dari ceramah agama, dongeng kisah nabi, pembacaan ayat Al-Quran dan shalawatan, pembacaan pemenang lomba dan ditutup dengan pembagian kue yang telah melalui proses pertukaran. Inilah yang paling seru.

Pernah ada kejadian dua dari empat kue kawanku kembali. Dia hanya menerima dua jenis kue yang berbeda. Ada juga kue yang rupanya tidak tahan lama, seperti lemper, sehingga ketika dibuka rupanya sudah mulai basi. Aku pernah mendapatkannya dan rasanya jadi sedih.

Yang menyenangkan ketika kardus dibuka dan isinya kue-kue kesukaan kita. Aku bersorak ketika menemukan satu dari empat kue adalah kue tok alias kueku. Kueku ini terbuat dari tepung ketan berbentuk kura-kura berwarna hijau atau merah, dengan isiannya kacang ijo. Wah nikmatnya. Tapi aku juga pernah sedih ketika dua dari empat kue isinya kue yang tak kugemari.

Omong-omong aku dulu pernah dimintai bantuan guru menukar-nukar kue ketika duduk di bangku kelas enam. Pekerjaan ini sangat menyenangkan. Kue-kue dikumpulkan dulu baru kemudian dibagi acak. Meskipun hanya memandangi kue-kue dan membantu memasukkan ke dus-dus, rasanya menggembirakan, apalagi jika melihat kue-kue yang belum pernah kujumpai. Wah rasanya ingin sekali mencobainya.

Aku tak tahu apakah tradisi bertukar jajan ini masih ada di Malang. Sungguh seru masa itu, tebak-tebak isi dus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline