Lihat ke Halaman Asli

Dewanto Samodro

Pembelajar yang mengabdikan diri menjadi pengajar

Cerita Dalimin - Tilang

Diperbarui: 16 September 2022   13:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku sedang asyik menyeruput cappuccino panas di kampus pagi ini saat Dalimin datang menghampiriku.

"Dua hari lalu saya habis ditilang, Mas," kata Dalimin.

Aku yang sudah mulai mengenal kebiasaan Dalimin pun meletakan gelas kopiku. Ada suatu hal penting yang tampaknya ingin Dalimin katakan kepadaku.

"Kenapa bisa ditilang, Mas?" tanyaku.

"Kena ganjil genap, Mas. Mobil saya nomor polisinya genap. Kemarin pas tanggal ganjil, saya lupa lewat Sudirman," katanya.

"Kok bisa lupa? Kan penerapan ganjil genap sudah lama?" tanyaku lagi.

"Kan selama ini saya jarang bawa mobil, Mas. Apalagi selama pandemi kemarin jarang sekali sampai ke tengah kota Jakarta. Sampeyan bisa bantu saya ambil SIM yang ditahan tidak, Mas? Kan sampeyan mantan wartawan," tanyanya.

Mendengar permintaan Dalimin, aku kalem saja. Aku sudah menduga Dalimin akan minta tolong seperti itu.

"Waduh, Mas. Saya saja pernah ditilang dan ikut sidang kok. Lebih baik ikut sidang saja. Dendanya tidak banyak kok. Saya pernah ditilang karena SIM mati, cuma bayar denda Rp30 ribu. Sampeyan tinggal datang ke kejaksaan saja, bayar denda, lalu ambil lagi SIM sampeyan," kataku.

Dalimin terdiam. Saya yakin, dia pasti sudah mengira saya akan menolak permintaannya karena dia tahu kalau saya pernah datang sendiri sidang tilang.

"Sebenarnya pembatasan ganjil genap itu tidak adil, Mas. Apalagi untuk mobil dengan nomor genap seperti punya saya," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline