Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Covid Tamu Tak Diundang, Ogah Pulang

Diperbarui: 29 Desember 2020   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://ayosemarang.com/

Tidak terasa sebentar lagi kalendar 2020 tuntas menyelesaikan masa baktinya.  Turun dari gantungan, dan digantikan oleh rekan sekerjanya 2021.  Heheheh....

Serius, 365 hari terlewati begitu saja dengan kesibukan perang melawan Covid.  Tamu nggak diundang, tapi betah ogah pulang.   Ampun deh, benar-benar tidak terbayangkan keras kepalanya Covid merecokin kehidupan orang sedunia.

Jadi ingat cerita orang tua dulu soal tamu yang betah ogah pulang.  Betah, meski misalnya si tuan rumah sudah waktunya makan siang.  Ada kemungkinan si tamu ngarep, kali-kali saja diajak makan, atau bisa jadi kebetulan sudah kenyang jadi baterainya masih penuh, ngegass terus.  Heheheh...

Nah, cerita orang tua dulu meski nggak masuk di akal, biasanya mereka usir saja dengan cara pura-pura menyapu.  Tulalit, nggak ada hubungannya memang.  Tetapi untuk yang paham sih bakal merasa, "Ooo...gua disindir supaya buruan pulang".

Kembali ke Covid yang kita umpamakan dengan tamu ini.  Nggak tahu diri bahkan sebentar lagi akan berulangtahun pula sejak kedatangannya di Indonesia pada awal Maret 2020.  "Lha....siapa yang mau merayakan situ Vid.  Kita ini sudah capek hati dan muak melihat ulahmu!"

Sebagai tamu, Covid tidak mempan diusir dengan sapu pastinya.  Upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid yang menjadi pandemi mematikan juga sudah dilakukan secara maksimal.  Dimulai dari PSBB, protokol kesehatan dan harapan vaksin yang akan segera direalisasikan.

Gokilnya kedatangan Covid yang mengerikan ini bukan hanya mematikan dalam arti nyawa melayang.  Ada yang lebih seram, mematikan kehidupan!  Iya, maksudnya secara fisik masih hidup, tetapi tidak lagi memiliki kehidupan karena paranoid atau ketakutan luarbiasa.  Nah, ujungnya pesimis, dan lupa untuk ketawa padahal masih bernyawa.

Terbukti ketegangan ini terlihat dari banyak dari kita di tahun 2020 berlomba mencari data berapa angka lonjakan Covid setiap harinya.  Lucunya setelah itu panik dan ketakutan.  Lalu ketakutannya ini disebarkan lewat group Whatsapp keluarga, "Angka menggila, DKI tembus 2000 kasus!"  Hahah...nggak ngerti, apakah itu dianggap kabar baik seperti menang lotere?

Mbok yah mikir, ngapain kita membagikan ketakutan?  Disaat sulit ini yang dibutuhkan adalah semangat, dan optimisme.  Kenapa?  Begini, kita mungkin bisa selamat dari Covid karena ketat mematuhi protokol kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup.  Tetapi, ketakutan berlebihan akan mematikan kehidupan kita.  Kita mengurung diri di rumah, mempersenjatai diri dengan duo sejoli, sanitizer, dan masker.  Setiap orang yang bertamu, kalau perlu diminta mandi sanitizer bahkan.  Heheh...inilah salah satu yang seram dampak Covid, matinya kehidupan!  Harusnya janganlah seekstrem itu, tetapi berhikmat.

Di masa seperti ini kita bangkit dan tidak membiarkan tamu menguasai kita si tuan rumah.  Peperangan melawan Covid bukan cuma urusan negara, tetapi termasuk kita.  Ironisnya, ada saja yang menikmati segala bentuk bantuan.  Bahasa kerennya, joget diatas penderitaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline