Lihat ke Halaman Asli

dedi s. asikin

hobi menulis

Go-Jek Makmur karena Driver Ojol?

Diperbarui: 23 Oktober 2021   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya bukan pengemudi ojol. Tetapi saya sering berkumpul dan ngobrol ngaler ngidul bersama para driver ojol di sebuah warung kopi di wilayah Simpang Baleendah Kabupaten Bandung. Banyak suka dan duka yang mereka alami.

Di antara obrolan itu, saya menangkap keluh kesah mereka tentang aplikasi Gojek yang merugikan para driver. Sebagai misal, sistim performa dan rating. Dalam aplikasi Gojek, kedua sistim itu dinilai memberatkan para pengemudi ojol.

Ketika driver menolak order yang masuk, maka performa driver akan otomatis turun. Sang aplikator tak peduli alasan driver kenapa sampai menolak orderan yang masuk.
"Bisa saja driver itu menolak order karena tarifnya terlalu kecil dan tidak sebanding dengan jarak antar yang sangat jauh" ungkap Mang One, driver senior yang punya beberapa aplikasi ojek online.

Tarif yang dihitung hanya dari titik jemput ke titik pengantaran. Sedangkn dari posisi driver ke titik jemput tidak dihitung. Jarak dari posisi driver ke titik jemput atau titik resto terkadang tidak rasional. Jika dihitung dari posisi driver ke resto kemudian menuju titik pengantaran lebih dari 4 kilometer. Sementara ongkos yang didapat driver adalah tarip dasar bawah, dibawah 4 km.

Jarak tempuh yang jauh menyebabkan biaya operasional tidak sebanding dengan pendapatan, karena konsumsi bahan bakar akan semakin banyak. Tak hanya itu, kendaraan pun dituntut untuk bekerja lebih ekstra yang ujung-ujungnya berimbas pada biaya pemeliharaan mesin.

Ketika driver menolak orderan, seharusnya, aplikator tak langsung memvonis dengan menurunkan performanya. Gelar perkaranya bagaimana ? Kalau seandainya driver menolak order itu tanpa alasan, bolehlah performanya diturunkan. Tapi seandainya driver menolak karena alasan tarifnya tidak sesuai, aplikator seharusnya maklum. Karena mereka itu bukan kacung perusahaan.

Selain masalah performa, perkara rating pun dikeluhkan. Rating yang dijadikan standar pencapaian level, dirasakan sangat memberatkan driver. Kriteria penilaian rating ini ada di tangan konsumen. Terkadang penilaian konsumen tidak subjektif karena belum tentu 100% kesalahan ada pada driver. Banyak faktor yang menyebabkan pelanggan memberikan penilaian buruk terhadap driver. Banyak pula pelanggan yang belum mengerti tujuan  dan maksud penilaian itu serta pengaruhnya terhadap kinerja driver.

Contoh soal layanan gofood. Kesalahan resto misalnya kurang enak, atau terlalu pedas, yang jadi sasaran adalah driver. Padahal tugas driver hanya mengambil orderan lalu mengantarkan makanan itu ke pelanggan.

Sistim aplikator memang dijalankan oleh mesin atau robot. Sang robot sepertinya diplot untuk berlaku kejam terhadap driver. Kode etik berlaku bagi driver. Tapi costumer tidak dikenai kode etik. Padahal, banyak perilaku costumer memperlakukan driver seenaknya saja, tanpa memperdulikan sopan santun dan etika.

Keluhan atau ketidakpuasan konsumen terhadap pelayanan driver bisa disampaikan kepada aplikator. Aneh bin ajaib, aplikator sangat responsif terhadap keluhan konsumen. Hal ini berbeda jauh ketika driver menyampaikan keluhan.

Selain soal performa dan rating, para pengemudi ojol juga menyayangkan hilangnya bonus untuk para driver.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline