Lihat ke Halaman Asli

Dede Rudiansah

Reporter | Editor | Edukator

Puisi Hujan: Negeri di Ujung Tahun (Sebuah Refleksi)

Diperbarui: 7 November 2023   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

imgx.gridoto.com

Negeri di Ujung Tahun (Sebuah Refleksi)

Di hari ke tujuh bulan kemarau. Di lingkaran tahun yang temaram. Aku lihat semerbak serbuk sari melayang di udara. Nampak berwarna gelap, meraba-rabai waktu dari bunga yang gugur.

Aku bertemu tuan pagi ini. Berkeris, berjubah, Sri Rajasa Bathara Amurwabhumi. Tuan tebarkan sumpah keramat sang Gandring. Pada ubun-ubun bangsa reraja, yang sibuk memutar-mutar gasing.

Dan kini karenanya, lihatlah, hutan-hutan berhiaskan bunga api. Menebar kelabu, persis Toba, Krakatau, Tambora tempo lalu.

Wakil-wakil dituntut rajanya sendiri, abu-abu padahal mereka. Lho, antara wakil dan raja kini rupanya kian rancu kok.

Sedang di Olimpus, Zeus dibikin bingung dan hanya mampu berujar: "tenang semuanya, tenang, semuanya baik-baik saja, kok."

Sedang, soal yang duduk dan yang diduduki pun, dari barat ke timur, dari utara ke selatan, dari musim ke musim, tidak pernah usai.

Siklus sukses sudah tuan...

Aku bertemu hujan pagi ini. Biarkanlah aku menyambutnya. Melepaskan segala penat bulan kemarau dan tenggelam dalam gemerisiknya. Menjadikannya tembang penenang sukma, dan pelipur rindu yang lara.

Aku mencium rahmat-Nya yang semerbak. Pada serbuk sari yang dicium hujan.  Aku melihat kehadiran-Nya. Pada pohon-pohon yang mulai berkilau dan pada hati yang mulai rasakan damai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline