Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Tidak Banyak yang Sanggup Menolak Jabatan, Mengapa?

Diperbarui: 22 Januari 2020   12:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi jabatan. Sumber gambar: Tribunnews.com

Pertanyaan itu sebenarnya menggelayut di pikiran penulis sudah sejak lama. Sekitar dua-tiga tahun lalu. Di masa-masa itu, penulis mulai terlibat dalam "bursa transfer jabatan". Terlihat seru, namun bagi orang lain. Tidak bagi penulis.

Memang, ini bukan ranah pekerjaan. Namun, jabatan selalu ada di setiap sendi kehidupan. Karena manusia butuh status, baik untuk sosial maupun individual. Lengkapnya bisa dipelajari di Sosiologi maupun Filsafat, bahkan juga di Antropologi.

Di tempat penulis juga demikian. Perlu ada jabatan untuk berada di sana, salah satunya adalah menjadi pimpinan. Apapun. Dari lingkup kecil hingga lingkup yang lebih besar.

Namun, yang menjadi sisi menariknya, tidak banyak yang berada di sana -menduduki kursi jabatan- karena mau. Tapi, karena siap. Buka orang itu juga yang siap, tapi orang-orang disekitarnya yang menganggap orang itu siap.

Dari pengalaman itulah, penulis berpikir bahwa sebenarnya yang membuat orang-orang berada di bursa transfer jabatan itu belum tentu karena keinginan pribadi. Bisa saja karena dorongan orang-orang di sekitar.

Hanya, yang menjadi tantangan selanjutnya adalah ketika berada di depan publik. Mereka yang sudah terlanjur kecebur di bursa transfer jabatan perlu terlihat pantas berada di sana. Lalu, adakah yang menolak?

Sedikit.

Jarang sekali ada orang-orang yang berani menolak dukungan orang-orang disekitarnya yang pada saat itu (pasti) sedang memasang tampang-tampang positif. Padahal di balik itu terdapat cukup banyak kepentingan. Entah individu maupun yang biasanya disebut kepentingan bersama.

Jabatan terus bergerak seperti catur yang dimainkan dan melibatkan banyak orang didalamnya. Sumber gambar: Berau.prokal.co

Penulis pun salah satu orang yang tidak bisa menolak saat itu. Bahkan, penulis menemukan fakta bahwa menjadi pemimpin itu seperti menampung kesialan. Semua hal yang tidak beres itu adalah kesalahan pemimpin. Bagaimana dengan yang lain?

Hanya orang-orang dalam yang akan membantu membereskan, namun orang-orang luar tidak mau tahu soal itu. Itulah yang sering terjadi di lingkup apapun. Kebanyakan dari kita susah untuk menerima kesalahan pemimpin karena pemimpin harus almost perfect.

Padahal mereka juga manusia. Namun, karena embel-embel amanah, mereka harus serba siap. Termasuk siap untuk disalahkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline