Lihat ke Halaman Asli

Deddy Husein Suryanto

TERVERIFIKASI

Content Writer

Untuk Messi dan Marquez, Loyalitas adalah Zona Nyaman

Diperbarui: 27 Agustus 2020   10:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Messi sudah menjadi kapten sejak Andres Iniesta tak lagi menjadi pilihan utama termasuk ketika Iniesta hengkang ke Jepang. (Goal.com)

Jika dulu sewaktu saya masih kelas 6 (SD) atau kelas 7 (SMP) ingin menonton Barcelona, maka yang ingin saya tonton adalah permainan dari Ronaldinho. 

Pemain asal Brazil itu memang dikenal memiliki skill individu luar biasa dan selalu menampilkan aksi-aksi menarik untuk membawa Barcelona unggul di setiap pertandingan.

Tidak mengherankan jika kemudian Barcelona diidentikkan dengan Ronaldinho dan Ronaldinho adalah Barcelona. Selain karena kualitasnya, dia juga merupakan pemain yang dihormati oleh kawan dan lawan. Terbukti, publik Santiago Bernabeu pernah memberikan standing applause kepada sang maestro.

Namun, perjalanan waktu tak bisa dihentikan, begitu pula yang terjadi di Barcelona. Tahta Ronaldinho secara perlahan mulai diserahkan ke juniornya yang ternyata berasal dari negeri tetangganya, Argentina. Pemain itu adalah Lionel Andres Messi, atau yang akrab disebut Leo Messi.

Meski bukan kelahiran awal Agustus (berzodiak Leo), namun gaya mainnya bagaikan singa yang garang dan siap menerkam lawan-lawannya. 

Messi muda tampil mencuri perhatian ketika saat itu saya sudah beranjak remaja. Lambat laun, pamor Ronaldinho meredup dan semakin ditegaskan dengan kepindahannya ke AC Milan yang membuat Messi kian menjadi tumpuan utama Barcelona.

Bahkan, sekelas Thierry Henry dan Zlatan Ibrahimovic pun tak mampu menggeser peran penting Messi untuk Barcelona. Mereka melangkah keluar dari Camp Nou dan nama Messi semakin membumbung ke angkasa. Seolah langit Camp Nou hanya diselimuti awan yang berbentuk Leo Messi. Unik!

Namun, itulah yang terjadi. Barcelona patut berterimakasih kepada Messi ketika Pep Guardiola juga tak berhasil bertahan di Barcelona, meski dia salah satu pelatih yang memaksimalkan Messi kala itu selain Frank Rijkaard. 

Mungkin karena Pep percaya bahwa Barcelona masih akan menjadi klub besar ketika Messi masih ada di sana, bukan dengannya.

Terbukti, Barcelona masih mampu mengangkat trofi Liga Champions bersama pelatih yang berbeda, Luis Enrique. Raihan itu membuat Messi (juga) semakin dianggap digdaya, termasuk ketika publik semakin yakin bahwa Barcelona adalah Messi dan Messi adalah Barcelona, bukan Argentina.

Messi muda bersama Henry dan Ronaldinho. (Cnnindonesia.com/AFP Photo)

Hal ini tak lepas dari kesulitannya Messi merengkuh trofi bersama timnas Argentina ketika dirinya di sisi lain justru bergelimang prestasi dengan Barcelona. Publik pun dilema. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline