Lihat ke Halaman Asli

Darmawan bin Daskim

Seorang petualang mutasi

Jebakan yang Menyenangkan

Diperbarui: 10 Agustus 2023   15:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Malu, sedih, simpati, empati, dan marah. Itulah tanggapan yang terkumpul dari para audiens internalisasi antikorupsi saat diminta responsnya terhadap masih adanya praktik korupsi di instansi pelayan publik.

Selain rasa, pun ada tanya. Satu audiens bertanya, "Mengapa masih ada?" Ada pula yang bertanya, "Hal mendasar apa yang meciptakan masih adanya praktik korupsi?" Bahkan ada audiens yang menyatakan, "Saya hampir tidak percaya."

Di tengah menggebu dan lama perjalanan upaya penguatan antikorupsi yang dibangun, sangat wajar rasa dan tanya audiens seperti di atas muncul.

Menanggapi rasa dan tanya para audiens, teringat satu audiens yang menyatakan bahwa, "Gratifikasi terkait jabatan adalah jenis korupsi yang paling abu-abu".

Melewati bahasan maksud "abu-abu" dari audiens tersebut, tanpa ada tekanan dan paksaan dari si pemberi dan penerima, sangat terbuka peluangnya, dan jarangnya menjadi kasus besar, menjadikan praktik gratifikasi terkait jabatan bisa sangat mungkin dipraktikkan oleh para birokrat.

Sebenarnya, tak hanya dari pengguna jasa, gratifikasi terkait jabatan yang sering kali dikatakan sebagai bentuk "terima kasih" sangat mungkin diterima para birokrat dari sesama rekan sejawat, bawahan, bahkan dari atasan. Pun, tak hanya birokrat yang sering berinteraksi dengan pengguna jasa (pengawasan dan pelayanan), birokrat di bagian supporting,  dan bahkan internal control pun sangat mungkin ada peluang praktik gratifikasi terkait jabatan.

Itulah mengapa sebelumnya dikatakan bahwa gratifikasi terkait jabatan ini sangat terbuka peluangnya.

Sementara mengesampingkan jenis korupsi mencuri uang negara, suap, pemerasan, maupun pungutan liar, ada baiknya kita fokus pada gratifikasi terkait jabatan. Mengapa?

Dengan sikap permisif terhadap praktik gratifikasi terkait jabatan, maka ke depannya sangat berpeluang akan "meningkat" menjadi praktik pungutan liar, pemerasan, suap, bahkan sampai mencuri uang negara. Jika itu yang terjadi, ada baiknya kita mempersiapkan mental untuk tidak bosan akan membaca kabar praktik korupsi di instansi pelayan publik yang terulang dan terulang kembali layaknya "bom waktu" yang kapan dan di mana saja dapat meledak.

Melihat potensi bahayanya praktik gratifikasi terkait jabatan ini, perlu adanya penguatan komitmen yang mesti dilakukan terus-menerus.

Tidak ada jaminan 100% seorang petapa tidak melakukan maksiat saat turun gunung. Begitu pun kita, tidak ada jaminan lulus ujian sampai pensiun terhadap praktik korupsi, khususnya gratifikasi terkait jabatan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline