Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Cara Italia dalam Melestarikan Ekosistem Lingkungan

Diperbarui: 11 April 2021   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Italia - Pemandangan Via dell Acquedotto di Jalan Via Appia di Perugia, Umbria, Italia.(SHUTTERSTOCK / ARTMEDIAFACTORY)

Beberapa minggu lalu, berturut-turut saya membahas tentang sampah-sampah di Italia. Mulai dari sampah basah (organik) rumah tangga, sampah kering dan sampah yang bisa didaur ulang, sampai sampah-sampah di tempat umum. 

Saya juga membahas sepintas tentang sampah ranting dari pohon pekarangan yang setiap kali dipungut biaya angkut. Sebab itu, banyak keluarga yang cenderung memilih tinggal di apartemen (condominium) sebab biaya ini bisa ditanggung bersama dengan penghuni lainnya.

Kondominium dengan jumlah rumah minimal 10 unit, biasanya membayar jasa administratur yang tugasnya mengatur anggaran penghuni untuk urusan bersama. Misalnya kalau ada kerusakan di bangunan seperti pagar tidak berfungsi, bohlam mati, kebersihan internal, seperti tangga, koridor dan perawatan taman (pekarangan), dan lain sebagainya. 

Jumlah biaya anggaran, diukur dari luas masing-masing rumah. Jadi tidak sama satu dengan yang lain. Dibayar bulanan, bisa juga diangsur 3-4 kali setahun.

Ukuran rumah kami termasuk kecil, jadi uang administrasi kami sekitar 450 Euro per tahun. Tetangga lain yang ukuran rumah agak besar, ada yang 650 Euro, 800 v, bahkan 1200-1500 Euro per tahun. 

Biaya ini termasuk membersihkan internal bangunan 2 lantai, seminggu sekali; total 48 kali setahun serta taman dalam lingkungan gedung, antara 2-4 kali setahun.

Seingat saya, setiap tahun mereka menebang pucuk pohon alloro (salam), magnolia dan beberapa pohon perdu lainnya. Sementara 2 pohon cemara dibiarkan menjulang tinggi. Hanya cabang di bagian bawah yang mereka tebang. 

Ah, cerita tebang pohon, saya jadi ingat pertanyaan teman di Jakarta yang baru-baru ini kesulitan mencari jasa penebang pohon.

Zaman dulu ayah saya juga menanam pohon mangga di pojok halaman. Saya sering sekali memanjat, apalagi kalau sudah musim buah. Karena pohon ini ikut menyangga tiang listrik, akhirnya ditebang karena cukup berbahaya. Sehabis hujan, banyak yang tersetrum saat menyentuh pohon basah ini secara tak sengaja.

Dulu tenaga penebang pohon dengan mudah bisa kita jumpai. Sama seperti penggali sumur, mereka keliling dari gang ke gang, kampung ke kampung. Kalau penebang biasanya membawa golok di pinggang, sementara penggali sumur memanggul cangkul di bahu. 

Keduanya sama-sama membawa tali. Ah, saya jadi ingat tukang-tukang penjual jasa lainnya yang pernah berjaya dan berjasa pada masa itu. Maka saat menebang pohon mangga, kami masih memakai jasa mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline