Dalam dunia pengembangan produk digital, terutama perangkat lunak, istilah Agile dan Scrum sudah tidak asing lagi. Kedua pendekatan ini banyak dipilih karena mampu membantu tim menghadapi tantangan yang penuh ketidakpastian, sekaligus menjaga kualitas hasil kerja. Namun, agar benar-benar efektif, ada tiga konsep kunci yang perlu dipahami secara mendalam, yaitu Complexity, Predictability, dan Flow.
Pengertian Complexity, Predictability & Flow Dalam Agile dan Scrum
1. Complexity: Menghadapi Kerumitan Dunia Nyata
Dalam dunia yang semakin cepat berubah, kompleksitas sudah menjadi hal yang lumrah. Misalnya, kebutuhan pengguna bisa berubah hanya dalam hitungan minggu, kompetitor bisa meluncurkan fitur baru secara tiba-tiba, atau kebijakan pemerintah bisa memengaruhi arah produk.
Dave Snowden melalui Cynefin Framework (2007) membagi masalah menjadi sederhana, rumit, kompleks, dan kacau. Dalam ranah kompleks, hubungan sebab-akibat tidak bisa langsung diprediksi. Contoh sederhana: fitur baru yang dirilis tim pengembang bisa disambut baik, tapi bisa juga memunculkan masalah yang sebelumnya tak pernah terbayangkan.
Dalam konteks Scrum, kompleksitas ditangani dengan:
Iterasi pendek (sprint), biasanya 1–4 minggu, sehingga tim bisa belajar cepat.
Feedback berkelanjutan, baik dari pengguna maupun stakeholder.
Eksperimen dan adaptasi, alih-alih rencana jangka panjang yang kaku.
Dengan kata lain, Agile dan Scrum mengakui bahwa kompleksitas tidak bisa dihilangkan, tapi bisa dikelola melalui pendekatan iteratif dan adaptif.
2. Predictability: Menciptakan Kepastian dalam Ketidakpastian
Meski bekerja dalam situasi kompleks, sebuah tim tetap membutuhkan tingkat kepastian tertentu agar bisa berjalan stabil. Di sinilah konsep predictability atau prediktabilitas menjadi penting.
Predictability dalam Scrum terbangun melalui: