Lihat ke Halaman Asli

Reinhard Hutabarat

TERVERIFIKASI

Penikmat kata dan rasa...

Mencermati Kasus Novel Baswedan Dari Sudut Pandang Lain

Diperbarui: 18 Juni 2020   04:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Baswedan, sumber : https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2020/02/07/ebbec863-d3f7-4bc4-882c-e35b33684dcf_169.jpeg?w=700&q=90

  •  "Siapa yang mendalilkan harus membuktikan       

Kisah Novel Baswedan memang tidak ada habisnya, dan ini merupakan artikel ketujuh mengenai NB (Novel Baswedan) yang dibuat penulis di Kompasiana sejak Juni 2017 lalu. Artinya rating Novel Baswedan ini memang termasuk kategori "High profile."

Ada dua hal yang menarik perhatian penulis akhir-akhir ini terkait nama NB. Yang pertama tentu saja terkait tuntutan "tanpa sengaja" JPU (Jaksa Penuntut Umum) terhadap terdakwa penyerang NB.

Secara "kasat setengah mata," hukuman ini jelas tidak memenuhi rasa keadilan bagi pencari keadilan. Bukankah tugas JPU itu adalah mewakili kepentingan korban?

Dalam hal ini JPU tidak mampu "merasakan" apa yang telah dirasakan oleh sikorban, dan menerjemahkannya lewat pasal-pasal tuntutan, yang "tanpa sengaja" seharusnya untuk memperberat hukuman bagi terdakwa!

Frasa "tanpa sengaja" itu seharusnya "hanya" milik yang mulia Majelis Hakim yang menimbang bahwa perbuatan terdakwa itu memang dilakukan tanpa sengaja, disengaja atau pura-pura tanpa sengaja padahal sudah direncanakan sedemikian rupa secara sengaja!

Tentunya berat ringan dari vonis hakim nantinya bergantung kepada kategori Tanpa sengaja-Sengaja tersebut, dimana vonis hukuman pada kategori Tanpa sengaja tentunya menjadi paling ringan.

Nah lucunya, "pagi-pagi" JPU sudah memberi diskon tuntutan kepada kedua terdakwa. Entah karena JPU takut atau malu kepada kedua terdakwa.

Kenapa harus malu? Bukankah "kemaluan" (rasa malu) tidak pernah terlihat di pengadilan?

Penulis pernah melihat seorang terdakwa kemudian mencekik leher PH (Penasehat Hukum) nya karena vonis Hakim dianggapnya terlalu berat, padahal terdakwa sudah keluar banyak uang untuk mengurus perkaranya.

Tak jelas dimana nyangkutnya uang tersebut. Apakah di PH, JPU, Panitera atau di majelis yang terhormat. "Kurang bayar" memang sering terjadi, yang justru mengakibatkan vonis menjadi "semakin berat!" (Kata Dilan menjadi terdakwa itu berat, biar aku saja...)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline