Lihat ke Halaman Asli

Diskotik Sufi; Nafsu dalam Bertuhan

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Khotib datang malam ini ke rumahku dengan setelan andalannya, jeans plus kaos oblong putih dipadu rambut gondrong. Bedanya, kini mencangklek tas kecil mirip tukang kredit yang hobi mondar-mandir menagih orang.

"Gimana, Kawan?" sapanya saat masuk slonong boy karena memang ia sudah teu asa-asa dirumah ini, bagai rumahnya sendiri.

"Apanya yang gimana?" aku balik tanya sambil menutup buku Psikologi Sufi yang sedang kubaca.

"Ya, keadaanmu tentunya," timpal ia sambil duduk disampingku mengusap-usap pundak.

Aku diam sejenak sebelum berucap jujur, "aku ingin jadi orang baik, Tib."

"Semua orang ingin begitu, Kawan."

"Ya, tapi rasanya dosa-dosaku terlalu banyak."

"Ssst," ia mengambil buku psikologi sufi yang tadi kubaca, "kamu sudah khatam baca buku ini?"

Aku menggeleng.

"Sebaiknya jangan dulu mendalami ini."

Dahiku mengernyit. Aneh, bukankah buku ini yang ia berikan padaku saat mula aku bisa ia seret dari kubangan hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline