Lihat ke Halaman Asli

Chazali H Situmorang

TERVERIFIKASI

Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Asabri Jebol, Ini Dampaknya bagi BPJS Ketenagakerjaan

Diperbarui: 16 Januari 2020   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. sumber: kompas.com

Masyarakat terkejut ketika Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa Asabri ada potensi kerugian sebesar Rp 10 triliun. Suatu angka yang tidak sedikit. Mahfud prihatin karena itu uang jaminan sosial untuk prajurit. Tentu beliau geram dengan kejadian tersebut, dan memanggil Menteri Keuangan dan Menteri BUMN untuk membahasnya.

Nasib Asabri mirip dengan Jiwasraya, membeli saham gorengan, lantas nilai saham anjelok. Akibatnya, Asabri kesulitan liquiditas untuk membayar klaim asuransi jiwa yang sudah jatuh tempo.

Kasus Asabri menjadi sensitif, karena umumnya yang jadi korban para prajurit, polisi dan pensiunan yang umumnya secara ekonomi hidupnya pas-pasan.

Ada perbedaan perlakuan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan antara Taspen dengan Asabri. Kalau kepada Taspen, terkesan memberikan proteksi yang luar biasa dan sangat kental "mengatur" Manajemen Taspen. Bahkan, Taspen lebih bersifat *channeling* dalam melakukan pelayanan kepada peserta Taspen yang semuanya ASN.

Sedangkan Asabri, sejak awal, Kemenkeu tidak begitu terlibat, dan memberikan mendelegasian penuh kepada Kemenhan untuk mengaturnya secara manajemen.

Walaupun kedua BUMN tersebut, di bawah Menteri BUMN, juga kita mencermati Menteri BUMN tidk begitu tertarik "mengontrol" Asabri dan Taspen.

Awalnya asuransi sosial bagi TNI dan Polri serta PNS Dephan/Polri menjadi peserta Taspen (Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri) yang didirikan pada tanggal 17 April 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1963.

Namun dalam perjalanannya, keikutsertaan prajurit TNI dan anggota Polri dalam Taspen mempengaruhi penyelenggaraan Program Taspen dengan beberapa sebab antara lain:

1) Adanya perbedaan Batas Usia Pensiun (BUP) bagi prajurit TNI, anggota Polri yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 Pasal 1 dengan PNS yang berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1969 Pasal 9. Pada level Bintara ke bawah TNI/Polri pensiunnya lebih cepat.

2) Sifat khas prajurit TNI dan Polri memiliki risiko tinggi banyak yang berhenti karena gugur atau tewas dalam menjalankan tugas.

3) Adanya kebijaksanaan Pemerintah untuk mengurangi jumlah prajurit secara besar-besaran dalam rangka peremajaan yang dimulai pertengahan tahun 1971.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline