Lihat ke Halaman Asli

Carlos Nemesis

live curious

Pesepeda Bersatu!

Diperbarui: 24 Juni 2020   16:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalan Sudirman, 17 Juni 2020, sumber: dokumentasi pribadi

Entah anda memperhatikannya atau tidak, sekarang kita banyak jumpai pesepeda kembali meramaikan jalan raya Ibu kota. 

Moda transportasi paling tua ini mampu melintasi waktu dan tetap relevan hingga abad ke-21. Yang anda butuhkan hanyalah kayuhan dari kaki anda, tanpa bensin dan tanpa emisi. 

Harganya pun relatif terjangkau dan tidak perlu spesifikasi yang canggih untuk mampu membawa anda hingga 10 kilometer ke depan.

Jumlah pesepeda di Jalan Sudirman mengalami peningkatan sebesar 10 kali lipat semasa pandemi [1]. Orang-orang menganggap sepeda sebagai moda transportasi yang murah dan mampu menghantar ke tujuan sebagai alternatif dari menggunakan transportasi umum.

Namun di balik meningkatnya antusiasme warga Jakarta untuk bersepeda, sepeda masih tetap menjadi anak haram jalanan Jakarta. 

Amanat undang-undang agar pemerintah menyediakan fasilitas yang aman bagi pesepeda masih belum diwujudkan oleh pemerintah pusat sampai daerah secara konkret.

Padahal setiap pesepeda mulai dari yang baru mencoba sampai yang ahli butuh jaminan keamanan untuk bergerak.

Lantas apa langkah-langkah yang seharusnya kita lakukan untuk “membujuk”, atau lebih tepatnya memaksa dan menuntut pemerintah agar memberikan perhatian yang lebih serius agar sepeda diprioritaskan sebagai moda transportasi termurah, inklusif dan ramah lingkungan ini? 

Menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu belajar dari negara yang sukses mewujudkan visi itu, yakni negara Belanda. Sepeda sangat populer disana sampai-sampai jumlah sepeda yang ada di Belanda mencapai 22 juta, melampaui 17 juta jumlah penduduknya.

Rata-rata orang Belanda menghabiskan sebanyak 1.000 kilometer setiap tahunnya untuk bersepeda. Tidak heran ada pepatah yang mengatakan bahwa orang Belanda lahir bersama dengan sepeda.

Kondisi ini ternyata tidak datang begitu saja secara natural, sebaliknya malah terbentuk dari perjuangan kolektif, dorongan eksternal, kebijaksanaan pemimpin, dan nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh warga Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline