Lihat ke Halaman Asli

Carlos Nemesis

live curious

Rawan Corona Permukiman Padat Penduduk Jakarta

Diperbarui: 26 Maret 2020   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: http://foto.inilah.com/

Social distancing. Itulah seruan yang selalu kita dengar dimanapun kita berada, namun apakah kita sudah benar-benar memaknai prinsip social distancing dengan baik? Semakin jarang kita bertemu orang, maka akan semakin kecil pula peluang kita untuk terpapar virus COVID-19. Jika anda memperhatikan google maps di Jakarta akhir-akhir ini, jalan-jalan yang biasanya ramai berwarna merah kini semua berwarna hijau karena sepi kendaraan.

Tidak hanya pergerakan kendaraan pribadi yang menurun drastis hal serupa juga kita temui dalam pergerakan menggunakan transportasi umum. Hal ini terbukti dari menurun drastisnya penumpang Transjakarta hingga 500.000 penumpang di hari-hari biasa [1]. 

Namun dibalik menurunnya penumpang transportasi umum dan menghijaunya jalan-jalan Jakarta, masih ada jalan-jalan lain yang tetap ramai dilalui oleh orang-orang dan jarang diperhatikan pemerintah. Jalan-jalan itu adalah jalan-jalan kecil yang berada di permukiman kumuh Jakarta, dan permukiman inilah yang sekarang sangat rentan menderita penyebaran virus corona.

Permukiman kumuh memiliki resiko lebih rentan terkena penyakit menular karena kondisinya yang sangat padat penduduk dan pemenuhan fasilitas dasar yang kurang mencukupi. Penyakit-penyakit menular yang sering kali meneybar di permukiman kumuh seperti kolera, HIV, malaria, pneumonia, tuberculosis, dan ebola. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap permukiman kumuh di negara-negara Afrika, setidaknya ada dua faktor risiko yang dapat mengakibatkan penyakit (terkhususnya penyakit pernafasan) dapat menyebar cepat di permukiman kumuh, yaitu: faktor fisik (kepadatan penduduk dan lingkungan terbangun) dan perilaku manusia (pergerakan manusia dan status sosio ekonomi) [2].

Neighborhood Effect

Efek ini mengatrikan bahwa orang-orang yang tinggal di daerah permukiman kumuh akan mengalami penurunan kualitas kesehatan, dikarenakan fasilitas dasar seperti sanitasi dan defekasi tidak memadai [3]. Permukiman kumuh seringkali dibangun oleh warganya secara swadaya dengan keterbatasan, sehingga seringkali rumah-rumah yang berdiri tidak memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. 

Lebih parahnya lagi, kondisi lingkungan yang tidak sehat ini menghantarkan orang-orang yang tinggal di permukiman kumuh masuk dalam poverty trap. Perangkap dimana ketika orang misikin tidak dilindungi, maka ia harus mengeluarkan uang untuk biaya pengobatan sehingga akan semakin miskin, apalagi jika sampai kehilangan pekerjaannya. 

Pergerakan Mikro

Berdasarkan pemodelan penyebaran virus influenza yang dilakukan di India, terdapat temuan bahwa virus akan menginfeksi lebih banyak dan lebih cepat pada permukiman kumuh dibandingkan permukiman biasa [4]. Faktor-faktor penyebabnya didasari pada luas lantai rumah, jumlah orang yang tinggal bersama dalam satu rumah, dan pergerakan sehari-hari. 

Network 1 menggambarkan data permukiman secara general, Network 2 menggambarkan data khusus permukiman yang dikategorikan permukiman kumuh.

Jika kita amati pada skenario penyebaran virus influenza mid flu, maka didapati permukiman kumuh mengalmai tinggi infeksi rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan permukiman biasa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline