Lihat ke Halaman Asli

Cantika Kurniahati

Mahasiswi UIN Walisongo

Multikulturalisme dalam Kehidupan Sehari-hari di Perumahan Klipang Kota Semarang

Diperbarui: 28 April 2021   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Multikulturalisme dalam Kehidupan Sehari-hari (tim j/unsplash)

Indonesia merupakan Negara dengan kemajemukan yang sangat luar biasa. Mulai dari sisi geografis yaitu kepulauannya yang luas sehingga menyebabkan banyaknya perbedaan dalam cara bertahan hidup. Yang kemudian melahirkan berbagai suku, ras, dan kepercayaan. Tak terkecuali di Semarang Jawa Tengah tepatnya di perumahan Klipang, Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang. Meskipun disebut perumahan, tetapi didalamnya terdapat bermacam-macam perbedaan yang menarik untuk dibahas.

Multikulturalisme adalah suatu konsep tentang upaya yang menghendaki adanya persatuan dan berbagai kelompok kebudayaan yang saling berbeda dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikulturalisme juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu Negara. 

Jadi multikulturalisme adalah suatu filosofi yang mengarahkan semua pihak agar mau saling mendengar dan  memahami  satu sama lain, tanpa  harus  menanggalkan prinsip dan keyakinan pribadinya.

Di dalam Negara seperti Indonesia yang memiliki tingkat kemajemukan yang tinggi sangat rentan dengan terjadinya konflik multikulturalisme. Yang paling sering terjadi adalah adanya konflik nilai agama dan etika dimana terjadi krisis akhlaq dan moral yang berupa ketikdakadilan pelanggaran hukum dan pelanggaran Hak Asasi Manusia

Maka dari itu, multikultural perlu dilestarikan. Perlu adanya pengakuan terhadap kemajemukan karena hal ini merupakan kekayaan bangsa yang harus diterima dan dihormati. Selain itu melalui politik multikulturalisme menginginkan pendistribusian kekuasaan secara proposional. 

Kemudian Negara juga harus memberikan akses bagi kesempatan hidup yang setara bagi kelompok SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan) dan sub minoritas lainnya dapat menjadi penting. Model Multikultural Akomodatif menjadi cocok untuk mengkaji studi ini karena, ciri-ciri dari Model Nasionalitas adalah: masyarakat plural yang memiliki kultur dominan yang akan membuat penyesuaian akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas.

Salah satu perbedaan yang menonjol yang dari daerah ini adalah agamanya. Di salah satu Blok di perumahan ini terdapat satu bagian dimana terdapat penduduk dengan bermacam-macam agama. Bahkan ketika baru memasuki blok tersebut sudah di sambut oleh patung tempat pemujaan Umat Hindu yang tinggal di Blok tersebut. 

Yang menjadi menarik adalah, lokasi Pura ini hanya berjarak 100 meter dari Mushola. Dari contoh adanya Pura Umat Hindu yang berdampingan dengan Mushola sudah menjadikan hati terasa hangat, karena sangat terasa toleransi yang tinggi antar sesame warga. 

Meskipun pura itu bukanlah pura yang besar dan megah, tetapi masyarakat akan langsung paham bahwa bangunan itu adalah tempat pemujaan Umat Hindu atau Pura. 

Mushola yang ada di tengah-tengah antara beberapa “gang” (gapura antar blok/RT) ini juga menjadi salah satu Mushola yang cukup populer, sehingga hampir tiap solat 5 waktu Mushola ini penuh jamaah. Tetapi para jamaah yang hadir ke Mushola ini tidak merasa terganggu selama perjalanan karena adanya Pura yang ada di sisi jalan menuju ke Mushola.

Tidak hanya antara umat Hindu dan Kaum Muslimin Muslimah saja yang terlihat saling toleransi. Di salah satu Blok, terdapat beberapa keluarga yang beragama Nasrani. Warga diwilayah tersebut mengatakan tidak merasa dirugikan apabila keluarga dengan Agama Nasrani tersebut mengadakan doa bersama keluarga besar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline