Lihat ke Halaman Asli

Tarian Sang Adjisaka Menggugah Pemaknaan Hidup Manusia Masa Kini

Diperbarui: 10 Februari 2023   05:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beksan ini merupakan Beksan Kakung (tari putra) pertama yang diciptakan sejak beliau bertakhta. Tari ini diilhami dari Serat Ajisaka yang ditulis sendiri oleh Ngarsa Dalem (kratonjogja.id)

Ulasan singkat ini hanya ingin membahas sajian tari Jawa klasik yang disebut dengan nama: Beksan Sang Adjisaka. 

Tadi malam, 5 Februari 2023, para peserta yang terkait dengan bidang wisata memang diundang untuk menyaksikan salah satu pertunjukan seni untuk mengiring penutupan acara ASEAN Tourism Forum 2023, dengan mengambil tempat di Keraton Yogyakarta

Di dalam acara tersebut disajikan sebuah pagelaran yang menarik, yaitu pentas Tarian Sang Adjisaka, yang bagi sebagian warga masyarakat Indonesia (terutama dari kalangan pecinta budaya Jawa) tentu akan langsung mengingatkan pada Legenda Terciptanya Huruf Jawa. 

Di dalam legenda itu, secara singkat dapat diingat tentang hadirnya Sang Adjisaka (artinya "utusan dari Yang Maha Tinggi) dalam menjalankan tugas untuk mengalahkan Raja Dewata Cengkar yang pada jaman dulu berkuasa di Tanah Jawa, tetapi dengan sifat yang bengis dan kejam.

Bentuk kekejaman itu memuncak ketika setiap hari harus ada santapan daging  manusia yang masih perjaka dan diambil dari kalangan penduduk. Untuk itulah maka muncul Sang Adjisaka, yang merelakan diri sebagai pengganti bagi korban santapan, namun yang kemudian justru dapat mengalahkan Dewata Cengkar yang jahat dan semena-mena tersebut. 

Pementasan tari yang disebut sebagai "Beksan Ageng" (tarian khusus bagi Sang Raja di Yogyakarta) tersebut memang bukan untuk menyajikan kembali jalannya nuasa epik yang sangat dikenal di tengah masyarakat, melainkan hendak menyampaikan pesan agung di balik kemenangan Sang Adji Saka.

Jadi, penyajian seni tari yang khas seperti ini juga menjadi sebuah suguhan yang menarik, karena dikemas secara rapih untuk para peserta kongres dan sekaligus dihadiri juga oleh Sri Sultan HB-X dan GKR Hemas, sebagai tuan rumah dan sekaligus merupakan Raja di Keraton Yogyakarta pada saat ini. 

Tarian ini tetap membuat para pemirsanya tekun mengikuti lantunan gerak dan irama yang terpadu, walaupun harus diperagakan selama sekitar 40 menit, karena memang ada pelajaran tentang kehidupan, yang ternyata juga digagas langsung oleh Sri Sultan Yogyakarta, yang sekaligus terkait dengan langkah-langkah mewujudkan makna Tahta untuk Rakyat. 

Para penarinya, semua adalah laki-laki yang masih muda usia, terkesan gagah dan perkasa, serta berjumlah 10 orang, terbagi dalam 2 kelompok di kiri & kanan.

Uniknya para penari itu juga harus memakai kupluk (mahkota) putih, dimana ada 2 peraga yang mengenakan "kupluk pandega" yang berwarna hitam dan bergaris keemasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline