Lihat ke Halaman Asli

Anisa Pahlepi

Mahasiswa Pendidikan Geografi UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Stabilitas Atmosfer Ditinjau dari Kenampakan Awan

Diperbarui: 24 Desember 2022   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Atmosfer adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan selubung udara tipis yang menyelimuti bumi. Kehadiran atmosfer tidak dapat dilihat oleh mata, namun ada. Kehadirannya hanya dapat kita rasakan dalam bentuk angin. Angin adalah istilah untuk menyebut udara yang bergerak. Udara di atmosfer sifatnya dinamis dan tidak selalu bergerak bersamaan, apalagi bergerak dengan arah yang sama. Udara yang bergerak diantara udara lainnya yang diam akan menemukan keseimbangannya (titik equilibrium) (Utomo, 2016). Apabila udara telah mencapai titik keseimbangannya, maka dapat dikatakan bahwa atmofer di tempat tersebut stabil.

Kestabilan atmosfer dapat tercapai apabila tekanan udara dan suhu parsel udara –bagian kecil udara dengan komposisi yang sama dengan keseluruhan udara, sama atau lebih dingin dari udara di lingkungan sekitarnya. Cuaca yang cerah, langit yang jernih tanpa awan hujan merupakan tanda atmosfer yang stabil. Keadaan ini dapat berubah sewaktu-waktu apabila parsel udara tersebut mengalami gangguan vertikal ke atas atau ke bawah. Gangguan ini tercipta karena adanya variasi suhu dan tekanan.

Apabila suhu parsel udara lebih hangat dari lingkungannya, parsel udara akan bergerak ke atas. Hal ini terjadi karena parsel udara tersebut lebih ringan massa jenisnya dibanding dengan massa jenis udara lingkungannya. Kondisi ini menandakan atmosfer yang tidak stabil dan cenderung menghasilkan cuaca buruk. Apabila ketidakstabilan ini berlangsung dalam waktu lama dan kontinu, maka akan mendukung pertumbuhan awan, khususnya awan vertikal yakni kumulonimbus (Utomo, 2016)

Kondisi ini berkaitan dengan gerakan konveksi udara. Pada gerakan konveksi udara, awan yang yang pertama kali terbentuk adalah awan kumulus. Parsel udara naik bersama termal, berkondensasi menjadi awan kumulus. Awan kmulus meneduhi tanah asal konveksi, kumulus kembali menguap dan tempat yang diteduhi tadi kembali terang dan memanas, mengirimkan termal dan parsel udara untuk pembentukan kumulus berikutnya (Suryanto & Luthfian, 2016).

Jika diatas awan kumulus ada lapisan udara yang tidak stabil dan didukung oleh gerakan udara ke atas yang kuat, awan kumulus akan tumbuh menjadi awan kumulonimbus. Awan kumulonimbus dengan bagian atas yang datar menandakan bahwa pertumbuhan awan telah mencapai lapisan udara yang stabil. Terbentuknya awan kumulonimbus menandakan akan terjadinya hujan badai disertai halilintar.

Sementara itu, kondisi stabil tercipta apabila suhu parsel udara lebih kecil daripada suhu lingkungannya. Parsel udara yang lebih dingin berarti lebih berat massa jenisnya daripada massa jenis udara disekitarnya. Akibatnya, parsel udara akan bergerak turun dan kembali ke kondisi semula. Kondisi demikian disebut kondisi yang stabil.

Keberadaan kabut dan inversi menunjukkan keadaan udara yang sangat stabil karena penurunan suhu lingkungan per km sama dengan negatif, mengakibatkan suhu parsel udara < suhu lingkungan pada ketinggian manapun. Apabila parsel udara ini tetap dipaksa naik, titik air yang berkondensasi dari parsel tersebut akan tersebar secara horizontal. Persebaran horizontal ini akan membentuk awan tinggi seperti stratus, nimbostratus, altostratus, sirus, dan lainnya (Suryanto & Luthfian, 2016)


Referensi

Suryanto, W., & Luthfian, A. (2016). Pengantar Meteorologi. D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Utomo, D. H. (2016). Meteorologi Klimatologi. D.I. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline