Lihat ke Halaman Asli

Butet Rsm

Ibu dari tiga anak yang tinggal di Bantul.

Perlukah Heran Melihat Balita yang Tantrum?

Diperbarui: 27 Mei 2021   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak tantrum (Sumber: Bha Pi/Pexels)

Sebagai ibu dari tiga anak yang masih kecil-kecil semua, saya berkali-kali mengalami yang namanya menghadapi anak tantrum saat mereka masih balita. 

Seringnya, ketika anak saya tantrum, sepertinya dunia berharap saya menjadi superhero yang segera bisa menolong anak saya dengan membuatnya kembali diam dan bersikap manis. Orang-orang di sekeliling nampaknya selalu kaget dan keheranan melihat balita yang sedang tantrum. Padahal, tantrum adalah hal yang wajar terjadi. 

Meski saya mempunyai tiga anak dengan pola didikan yang sama untuk ketiganya, ternyata saya tetap bisa mencicipi tiga gaya tantrum yang berbeda dari mereka. 

Maka, saya rasa, anak-anak di seluruh dunia memiliki gaya tantrum yang bisa saja berbeda antara satu dengan yang lainnya. Meski begitu, tetap ada benang merah dari aneka gaya tantrum setiap individu. Dapat dikatakan bahwa tantrum adalah sarana regulasi pelepasan emosi negatif pada anak-anak yang diekspresikan dengan cara meledak-ledak. 

Kemiripan gaya tantrum secara umum bercirikan menangis keras, mengamuk dengan berteriak, menyakiti orang lain, atau menyakiti dirinya sendiri. Kata pakar-pakar parenting sih tantrum terjadi karena anak balita belum mampu mengekspresikan emosinya yang meledak-ledak ke dalam bentuk verbal yang tenang, tertata, dan anggun macam putri Indonesia. 

Biasanya tantrum disebabkan karena ada permintaan anak balita yang tidak dituruti lalu mood-nya drop, bisa juga karena cemas akan sesuatu. Mirip orang dewasa yang moody

Bedanya, pada balita ekspresi emosional lebih terlihat meledak-ledak, tanpa komunikasi yang jelas. Bayangin kamu lagi kesal dan orang lain tidak juga paham dengan kekesalanmu, padahal kamu sudah berusaha berekspresi seekspresif mungkin, nggak enak kan? Nah, itulah yang dirasakan anak balita yang sedang tantrum. 

Kebanyakan orang akan terpaku dan keheranan saat melihat ada balita tantrum di dekatnya. Kok didiemin aja sama ibunya? Kok mukulin ibunya nggak dihentikan malah cuma dipeluk? Kok guling-guling di tanah nggak langsung diangkat kan kasihan, gimana sih ibunya? Kok nangis teriak-teriak nggak disuruh lekas diam, kan mengganggu publik. Anak kok nggak dididik dengan disiplin, jadi apa nanti kalau dibiarkan gitu terus sama ibunya? 

Gimana sih sebenarnya ilmu parenting zaman now, kok mengizinkan anak mengamuk semaunya? Dan seterusnya.... 

Hingga, mungkin saja dengan menggebu-gebu, seseorang yang melihat kejadian anak tantrum akan membuat unggahan tentang seorang ibu muda tak bertanggungjawab yang membiarkan anak balitanya mengamuk di ruang publik. 

Bagi kebanyakan orang, mungkin mendisiplinkan anak balita penting banget diterapkan sedari dini seperti anak-anak di negara lain yang bisa tertib dan patuh sejak orok. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline