Lihat ke Halaman Asli

Dulkapid Kena Batunya

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wajah Juminten tiba-tiba terlihat panik, pasalnya Dulkapid salah seorang pelanggan setianya yang sekaligus menjadi pelanggan paling istimewa di warungnya, pagi-pagi sudah mengiriminya sms dan mengajaknya untuk meeting. Tahu kan maksudnya apa kalau Dulkapid yang mengajak meeting? Tentu bukan mengajak untuk membahas soal kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Atau hujan dan banjir yang akhir-akhir ini sering melanda ibu kota dan sekitarnya, yang mendatangkan banyak kerugian bagi seluruh warganya karena laju perekonomian menjadi terhambat gara-gara para pelaku bisnisnya terhadang oleh banjir dan macet. Sehingga banyak sekali transaksi yang gagal dilakukan. Bukan juga mengajak untuk membahas soal gempa yang sering terjadi di beberapa wilayah kita. Seperti yang pernah terjadi di Aceh dan kepulauan Mentawai di Sumatra Barat yang memicu terjadinya gelombang tsunami yang tingginya mencapai puluhan meter dan telah meluluhlantakkan pemukiman penduduk, menghilangkan ribuan nyawa orang. Apalagi mengajak untuk membahas wedus gembel yang tiap berapa tahun sekali pasti menyembur dari perut sang merapi, membakar apa saja yang ada di sekitarnya termasuk hewan ternak dan bahkan juru kuncinya yang setia. Padahal Dulkapid ini konon kabarnya masih family jauhnya sang juru kunci merapi itu. Bukan, Dulkapid nggak mungkin mengajak meeting Juminten hanya untuk membahas masalah-masalah yang dianggapnya nggak penting itu. Karena apapun bencananya, dana untuk menanggulangi bencana itu tidak akan mengurangi gaji dan tunjangan yang tiap bulan dia dapatkan sebagai seorang pejabat. Jadi dia tidak perlu khawatir jika bencana terjadi di mana-mana. Otak Dulkapid tercipta bukan untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan rakyat melainkan hanya untuk berfikir bagaimana dia harus memenuhi hasrat cucakrowo peliharaannya yang setiap hari maunya dikasih minum susu murni cap nona itu. Itu sudah menjadi hobby yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja meskipun dia sudah disumpah di bawah kitab suci bahwa dia akan menjaga sikap, tingkah laku dan kehormatannya sebagai wakil rakyat. Sebenarnya hobby mengejar kesenangan duniawi ini pulalah yang dulu melandasi niatnya untuk mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Dengan gaya gedebas-gedebus, sogok sana dan sodok sini serta berbekal semburan aji pemikat dari salah seorang dukun terkenal di sebuah desa yang bersebelahan dengan desa salah satu pendukungnya plus aji-aji lain yang bisa meningkatkan ketrampilannya untuk meyakinkan rakyat akhirnya terpilihlah Dulkapid dengan angka perolehan suara yang sangat tinggi dibandingkan lawan-lawannya. Sekarang dengan jabatannya itu, Dulkapid bisa lebih leluasa menyalurkan hobbynya itu. Mulai dari penyanyi caffe sampai dengan selebrity paling ngetop bisa dia dapatkan dengan cara mudah. Di bantu oleh dukun yang juga mata duitan seperti dirinya, Dulkapid bisa berbuat apapun tanpa ada yang bisa mencegah atau menghalanginya. Sopir pribadinya pun seperti kerbau yang ditusuk hidungnya, mau mengantar kemanapun dia minta dan tanpa diperintahkan oleh sang majikan, ia menutup rapat-rapat mulutnya jika ada yang bertanya kepadanya seputar kegiatan sang majikan. termasuk kepada istri majikannya.

“Aduuuh... piye tho iki, mas Dulkapid ngajak meeting kok pagi-pagi begini tho yo. Aku kan masih punya pelanggan yang harus aku layani di sini, keluh Juminten setelah membaca sms dari Dulkapid. Apalagi pelanggan baru Juminten pagi ini tidak kalah okenya dengan Dulkapid. Kalau dalam dunia perikanan, ya sama-sama kelas kakaplah. Perempuan yang kerjanya berpindah-pindah dari satu kamar hotel ke kamar hotel yang lain inipun lalu memutar otak berusaha mencari alasan yang  tepat untuk menunda acara meetingnya dengan Dulkapid. Setali tiga uang dengan Dulkapid, Juminten ini dikenal sebagai PPT. Bukan para pencari Tuhan seperti salah satu judul sinetron yang tayang di televisi saat bulan ramadhan lho. PPT yang ini adalah perempuan pencari tuan. Tuan yang berkantong tebal tentunya, nggak perduli meskipun tampangnya macam Dulkapid yang kalau disandingkan dengan Budi Anduk saja bedanya laksana langit dan bumi. Masih cakepan Budi Anduk maksudnya.

DK: “Gimana dik, bisa kan kita meeting pagi ini?” aku sudah bener-bener pengen meeting nih dik.

JM: “Kalau nanti siang saja gimana mas? Aku masih di salon nih, luluran dulu biar nanti meetingnya lebih fresh”, balas Juminten berbohong. Kalau sampai Dulkapid tahu dirinya masih melayani pelanggan lain, subsidi bulanannya dari Dulkapid bisa dicabut.

DK: “Apa nggak bisa dipercepat lulurannya tho dik? Aku bisa garing nih nunggu kamu”

JM: “Antri mas..... sebentar lagi juga selesai, sabar ya sayang”

DK: “Kasih saja tip yang gede ke pemilik salonnya dik, biar kamu dilayani lebih dulu”

JM: Nggak bisa mas, ini kan salon bukan kantor pengadilan atau kantor para anggota dewan. Mana bisa pegawai salon disogok, mereka lebih mengutamakan pelayanan nggak pandang apakah pelanggannya itu berduit atau tidak. Sudah tho sabar sebentar ya”, Juminten mulai kesal dengan sikap Dulkapid.

DK: “Ya sudah, nanti mas tak ngisi absen saja dan nggak perlu ikut acara raker kantor mas”

JM: "Yang sudah-sudah kan memang selalu begitu"

DK: „heheheee...... kok tahu?“

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline