Lihat ke Halaman Asli

Kalimantan Selatan, Pengabdianku sebagai seorang Guru

Diperbarui: 3 Februari 2021   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak pernah termimpikan oleh saya untuk merantau maupun menetap di Kalimantan Selatan sebelumnya. Tapi ini lah perjalanan hidup seseorang yang berasal dari Sumatera Utara.

Di tahun 2007 sekitar bulan Mei, awal mula perjalanan kehidupan saya sampai di Kalimantan Selatan tepat nya di Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi. Dijemput di Bandara Syamsudinor Banjar Baru, oleh sahabat ketika masih kuliah di Medan sekitar jam 8 malam.

Berbekal Ijazah, selembar surat pengalaman kerja ketika di Medan dan sedikit uang di tabungan itulah yang menjadi bekal saya merantau ke Kalimantan Selatan ini. 

Setelah sebelumnya bertukar pikiran dengan teman semasa kuliah, saya dan teman tersebut ingin membuka usaha yang berhubungan dengan komputer, tapi apa daya usaha yang dibuka oleh teman saya tersebut bukanlah usaha komputer tetapi usaha yang bisa dikatakan ilegal menurut saya.

Di dalam perjalanan saya merantau di Kalimantan Selatan yang ber Ibukota Banjarmasin dan berjulukan kota Seribu Sungai tersebut, dibenak saya sewaktu dari Medan adalah kota yang bisa dikatakan masih banyak sungai, sehingga untuk  mendapatkan kebutuhan pokok harus melakukan perjalanan dari sungai ke sungai.

Tetapi ketika sampai di Banjarmasin bayangan saya tersebut tidak sedemikian rupa.  Ternyata perkembangan kota Banjarmasin bisa dikatan maju. Bahkan untuk mendapatkan kebutuhan pokok secara lengkap juga mudah ditemukan pasar.

Pengalaman pertama sekali ketika berbelanja ke pasar adalah bahwa pasar tempat berjual beli. Kalau di Sumatera Utara tempat saya dulu istilah pasar adalah jalan raya dan istilah pasar adalah pajak. Mungkin kedengaran lucu bagi sebagian orang yang belum pernah ke Sumatera Utara.

Istilah orang menawarkan makan juga agak sedikit membuat saya terkejut karena seakan-akan mengertak saya. Si penjual bertanya atau betakun"Makankah pean?". Mendengar kalimat itu membuat nyali saya ciut seketika. Bahkan si penjual sampai 2 kali mengatakan demikian. Karena agak kebingungan orang disamping saya mengatakan bapak mau makan? Akhirnya saya mengerti bahwa sipenjual bertanya mau makan kepada saya.

Dan yang paling lucu ketika menawarkan lauk yang tersedia dengan istilah Iwak. Karena belum pernah juga mendengar istilah Iwak tadi saya sempat bingung juga. Akhirnya saya mengatakan pakai telur. Dan di tanya lagi sama penjual pakai intalo kah? Antara kebingungan saya mengatakan iya...iya...

Inilah Kalimantan Selatan, yang mengharuskan saya mau tidak mau harus belajar bahasa Banjar dan Budayanya. 

Perjalanan selanjutnya adalah ketika mencoba untuk melamar pekerjaan, saya harus bepergian dengan angkutan kota atau istilah di Medan Angkot. Di Kalimantan Selatan istilah tersebut adalah taksi. Mendengar kata Taksi di tempat saya terdahulu adalah angkutan dengan pakai argo harga yang sudah pasti mahal harganya. Tetapi oleh teman saya di jelaskan bahwa taksi disini sama dengan di kota Medan Angkot. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline