Lihat ke Halaman Asli

Bisyri Ichwan

TERVERIFIKASI

Simple Man with Big Dream and Action

Layak Jadi P 2

Diperbarui: 16 November 2020   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gus Riza Wakil Bupati Banyuwangi (Foto : Hasyim)

Khoirunnas Anfauhum linnas. Sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan manfaat bagi manusia yang lain. Hadits ini entah sudah berapa kali aku mendengarkannya, sejak di pesantren Darussalam, Blokagung, pada saat ngaji Ihya' Ulumiddin bersama Romo KH. Hisyam Syafaat, hingga saat putra dari Kyaiku berkunjung ke Mesir. Putra Kyaiku bernama Gus Riza, nama lengkapnya Riza Azizy Hisyam, waktu itu ke Mesir dalam rangka menghadiri acara I4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) yang bertempat di Cairo.

Di sela-sela acara I4 yang mengumpulkan seluruh ilmuwan dari Indonesia yang sedang berkarya di luar negeri, mulai dari Amerika, Eropa, Timur Tengah, Australia, hingga Afrika, termasuk seluruh presiden mahasiswa Indonesia di luar negeri, aku bersama Gus Riza bersantai sejenak di sungai nil, sambil naik perahu dan berbincang banyak hal, mulai dari cerita pada saat di pesantren Blokagung dulu, hingga apa yang kami lakukan ketika Gus Riza di Jordan dan aku di Mesir.

"Intinya hidup itu yang penting Khoirunnas Anfa'uhum Linnas bis, yang penting bisa selalu memberikan manfaat kepada manusia yang lain", beliau memanggilku dengan bis, awalan dari namaku Bisri, sejak di pesantren dulu, karena aku memang sejak di pesantren sudah akrab dan ngobrol bersama. Di Mesir aku sebagai mahasiswa di Universitas Al-Azhar, di Jordan, beliau sebagai mahasiswa di Yormouk University. Aku mengambil spesialisasi Tafsir Qur'an, beliau mengambil Ekonomi Syariah.

Disamping sebagai mahasiswa, aku bekerja di pengiriman barang dari Mesir ke Indonesia. Apa saja kami kirimkan, mulai dari kitab-kitab milik mahasiswa, barang rumah tangga milik orang-orang Indonesia, termasuk milik bapak dan ibu KBRI Cairo yang ada di Mesir, hingga bisnis Mesir dan Indonesia. Aku bekerja di perusahaan cargo milik Pak Nanang Sofinal Johan, dulu alumni Gontor dan sudah lama di Mesir. Beliau memiliki banyak usaha di Mesir, termasuk pengiriman cargo ini.

Gus Riza sendiri datang ke Mesir dan mendapat undangan dari I4 karena beliau sebagai presiden PPMI Jordan, Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia yang ada di Jordan. Dulu, saat di Madrasih Aliyah di Pondok Blokagung, beliau juga menjadi ketua OSIS dan Ketua PMII dan IPNU, dan selalu aktif di organisasi, melayani orang lain, hingga berlanjut karir organisasinya sampai ketika S2 di Jordan ini.

Yang hadir dalam cara I4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) ini berlatar belakang macam-macam. Mulai dari para presiden mahasiswa dari seluruh dunia, mulai dari universitas Harvard di Amerika, hingga presiden mahasiswa Indonesia di Inggris, Australia, semuanya hadir. Walaupun aku di Mesir tidak bersinggungan langsung menjadi bagian dari PPMI Mesir, pergaulanku lumayan akrab dengan mereka, karena bisnis pengiriman Al-Kiram Cargo Service menjadi bisnis pengiriman yang paling besar di Mesir yang dimiliki oleh orang Indonesia dan semua kalangan mahasiswa di Mesir mengenal perusahaan ini.

Di PPMI Mesir, aku akrab dengan Mas Heri Nuryahdin yang waktu itu menjadi wakil presiden PPMI Mesir, aku juga akrab dengan Mas Fadlan yang menjadi panitia dari I4 ini. Aku juga sering nongkrong di GAMALAMA, yang menjadi secretariat utama acara I4, karena di secretariat ini ada beberapa penghuninya yang dari Banyuwangi, diantaranya Qomar, Yosi dan Hafidz.

Bersama Mahmudi, yang saat ini sudah almarhum, Allah yarham. Dia yang menjadi sopir menemaniku dan Gus Riza keliling Cairo, termasuk naik perahu di sungai nil. Setelah berbincang nostalgia terhadap apa yang sudah kami lakukan di Mesir dan Jordan, aku mengajak Gus Riza untuk mengunjungi masjid tertua di Afrika bernama masjid Sayyidina Amr bin Ash.

Masjid Sayyidina Amr bin Ash berada di Old Cairo, Cairo tua. Ada hal menarik yang aku ketahui ketika berada di Mesir. Pemerintah Mesir ketika hendak mempercantik kotanya, tidak dengan cara menggusur. Mereka lebih suka membuat kota baru yang awalnya berupa padang pasir, dari pada menggusur kota lama dan dibuat kota baru, seperti yang biasa kita ketahui di Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline