Lihat ke Halaman Asli

SURJADI

https://www.youtube.com/channel/UCzU4eyliNiUy1B5DxQknNWA

Bisnis Menguntungkan Frequent Flyer Program

Diperbarui: 15 Maret 2023   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Pixabay

Bermula dari model yang sangat sederhana dan mudah untuk meningkatkan loyalitas dari pelanggan dengan cara memberikan point gratis yang bisa ditukar dengan tiket penerbangan, Frequent Flyer Program (FFP) kini sudah dikenal luas, mendunia dan melebar ke ranah yang lain.  Tidak lagi fokus di tiket pesawat, FFP sekarang malah dipakai sebagai penukaran point untuk pembelian barang, pengumpulan point bukan saja dari pembelian tiket pesawat, tapi juga dari pembelian apa saja melalui kerja sama dengan kartu kredit dan masih banyak lagi.  Garuda Indonesia juga tidak ketinggalan, dengan progam FFP GarudaMiles.  Tidak hanya mengandalkan pembelian tiket pesawat, GarudaMiles juga bekerja sama dengan bank-bank terkenal seperti DBS, BCA, Mandiri, HSBC, Amex dll untuk mengumpulkan point dari penggunaan kartu kredit yang kemudian bisa ditukar dengan tiket Garuda.

Bermacam kartu FFP (sumber: mainly miles)

Program Frequent Flyer bisa ditelusuri balik ke tahun 1979 yang diprakasai oleh perusahaan penerbangan di Amerika, Texas International Airlines yang memperkenalkan program akumulasi point untuk pelanggan loyal mereka yang bisa ditukar dengan hadiah.  Langkah ini kemudian diikuti oleh perusahaan penerbangan besar yang lain di Amerika, seperti American Airlines, Delta Airlines, United Airlines dan juga perusahaan di luar Amerika, seperti Air Canada dan British Airways -- semuanya meluncurkan FFP yang sama 2 tahun setelah Texas International Airlines.  Walaupun Texas International Airlines kini sudah tidak ada lagi, perusahaan ini dilebur dengan perusahaan penerbangan Continental Airlines di tahun 1982 yang kemudian bergabung ke United Airlines di tahun 2010, konsep FFP yang diprakasainya tetap dipakai dan dikembangkan oleh perusahaan penerbangan di seluruh dunia dan kini bahkan menjadi lahan bisnis sampingan yang menguntungkan, bahkan lebih menguntungkan dari bisnis utama penerbangan itu sendiri.

Pesawat Texas International (sumber: Wikipedia)

Di tahun 2020 misalnya, FFP dari American Airlines, AAdvantage dan United Airlines, Mileage Plus disinyalir masing-masing berharga sekitar US$24 milyard dan US$22 milyard, jauh lebih tinggi dari harga kapitalisasi ke 2 perusahaan tersebut yang masing-masing berkisar hanya US$6.5 milyard dan US$10 milyard di tahun yang sama.  Di tahun 2002, waktu United Airlines mengalami krisis hebat sampai mengajukan kepailitan, FFP-nya adalah satu-satunya lini bisnis yang menghasilkan keuntungan.


Saat ini, FFP terbesar di dunia dimiliki oleh AAdvantage dari American Airlines.  Diluncurkan di tahun 1981, Aadvantage adalah FFP ke 2 setelah yang pertama dari Texas International Airlines.  Di tahun 1982, American Airlines mengikat kerja sama dengan British Airways untuk memulai pengumpulan dan penukaran point untuk penerbangan di Eropa. Diperkirakan anggota AAdvantage telah mencapai lebih dari 115 juta di tahun 2021 dan programnya telah meluas ke kerja sama erat dengan perusahaan penerbangan lain di dunia, kerja sama dengan bank dan kartu kredit, pusat perbelanjaan, restoran, hotel, sewa mobil dll.  Ada cerita menarik dari FFP milik American Airlines ini. Di tahun 2000, seorang insinyur dia Amerika, David Phillips, berhasil mendapatkan 1,253,000 AAdvantage points dari pembelian pudding dengan total pembelian US$3,140 dimana perusahaan pudding tersebut bekerja sama dengan American Airlines mengeluarkan promo khusus dengan pembelian produk yang bisa menghasilkan AAdvantage points.


Jadi, kenapa FFP bisa menjadi lini bisnis yang menguntungkan?

Membaca keinginan masyarakat luas yang ingin bepergian, dan kalau bisa gratis, perusahaan penerbangan melirik ke model bisnis-ke-bisnis (B2B model) dengan "menjual" point yang dikumpulkan melalui FFP ke perusahaan-perusahaan lain dengan iming-iming hadiah gratis.  Sebagai contoh, sebuah bank mengeluarkan kartu kredit dan bekerja sama dengan FFP sebuah penerbangan.  Setiap kali kartu kredit tersebut dipakai, pemegang kartu mengumpulkan FFP point.  Dibalik layar, perusahaan penerbangan menjual point ke bank kartu kredit untuk diberikan ke pemegang kartu dan bank kartu kredit membayar perusahaan penerbangan untuk membeli point FFP.  Hasil penjualan point tersebut kemudian menjadi pemasukan bagi perusahaan penerbangan.  Si perusahaan penerbangan mendapat untung dari pembelian FFP point dan si bank kartu kredit juga mendapat untung karena si pemegang kartu dipompa untuk terus menggunakan kartu kredit untuk mengumpulkan lebih banyak point.  Tidak aneh kalau bank-bank bersaing ketat mengeluarkan kartu kredit dengan iming-iming point dari FFP perusahaan penerbangan tertentu sampai-sampai berani mengeluarkan promo point FFP gila-gila-an sebagai hadiah sign-up bonus.


Di praktek sehari-hari, menukarkan point untuk hadiah (tiket penerbangan gratis misalnya) tidak bisa dilakukan langsung dan begitu saja.  Perusahaan penerbangan biasanya hanya menyediakan jumlah kursi terbatas yang bisa ditukar dengan point, yang tergantung rute, kelas dan waktu dan itu pun memerlukan jumlah akumulasi point yang cukup banyak untuk bisa ditukar.  Selain itu, perusahaan penerbangan juga menerapkan sistem kadaluwarsa, dimana point yang sudah dikumpulkan akan hangus jika tidak dipakai dalam jangka waktu tertentu.  Sistem kadaluwarsa yang lain adalah point yang dikumpulkan akan hangus jika tidak ada aktivitas penerbangan dalam waktu tertentu.  Bisa dibayangkan sebarapa banyak point yang hangus selama 3 tahun pandemi COVID, dimana orang-orang tidak bisa bepergian karena lock-down?  Dan itu berarti perusahaan penerbangan tidak perlu lagi memberikan kursi gratis, tapi keuntungan dari penjualan point sudah dibukukan.


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline