Lihat ke Halaman Asli

Binti Mazruroh

Binti Mazruroh

Kami Miskin, Kalian Mau Apa? Saatnya Pembangunan Berbasis People Centered Development

Diperbarui: 31 Januari 2020   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar. 1 Saat Pembangunan berubah arah (medium.com)


      Dalam pembangunan. Masyarakat seharusnya tidak hanya menjadi objek, namun harus ditempatkan juga sebagai subjek yang ikut berperan aktif dalam pembangunan. Namun, pembangunan yang dilakukan selama ini, mayoritas masih menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan saja sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi belum sepenuhnya dapat teratasi. 

    Masalah yang berkaitan dengan konteks ini adalah masalah kemiskinan, kelompok rentan, dan semakin meningkatnya jumlah pengangguran. Masalah-masalah tersebut masih menjadi masalah yang belum terpecahkan hingga saat ini.

      Kemiskinan merupakan situasi yang serba terbatas dan tidak dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan. Siapa yang mau hidup miskin. Suatu penduduk dapat dikatakan miskin apabila ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi, serta kesejahteraan hidupnya yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan (Supriatna, 1997: 90). 

      Selain itu, kemiskinan dapat disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia yang menempuh pendidikan formal maupun non formal sehingga menyebabkan rendahnya pendidikan informal yang mengarah pada kemiskinan.

Gambar 2. Kemiskinan (faktual.co.id)

    Seperti yang kita ketahui bahwa kelompok penduduk miskin yang berada di masyarakat pedesaan dan perkotaan, umumnya berprofesi sebagai buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan dan pengemis (gepeng), dan pengangguran. Jika hal ini hanya dibiarkan dan tidak segera ditangani maka akan menyebabkan masalah berkelanjutan seperti kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. 

    Kelompok masyarakat residual (masyarakat yang belum tersentuh oleh kebijakan pemerintah secara khusus seperti melalui IDT, namun secara umum sudah melalui PKT, Program Bimas, Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan, NKKBS, KUD, PKK, dan lain sebagainya) pada umunya mengalami kemiskinan dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya kemampuan, sehingga mereka tidak bisa menjangkau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, tidak bisa memanfaatkan bantuan yang telah diberikan, dan kurang memiliki akses terhadap perlindungan undang-undang.

     Pembangunan yang berpusat pada rakyat (People Centered Development) akan sangat relevan digunakan sebagai paradigma kebijakan desentralisasi dalam penanganan masalah sosial termasuk masalah kemiskinan. 

      Dalam pendekatan ini, masyarakat memiliki kapasitas yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kemandirian dan melakukan control internal terhadap sumberdaya material dan non-material. Terdapat tiga dasar untuk melakukan perubahan struktural dan normatif dalam People Centered Development (Korten dalam Hikmat, 2004: 15-16) di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Memusatkan pemikiran dan tindakan kebijakan pemerintah pada penciptaan keadaan-keadaan yang mendorong dan mendukung usaha-usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, dan untuk memecahkan masalah-masalah mereka sendiri di tingkat individual, keluarga, dan komunitas.

2. Mengembangkan struktur-struktur dan proses organisasi-organisasi yang berfungsi menurut kaidah-kaidah sistem organisasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline