Lihat ke Halaman Asli

Betrika Oktaresa

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Proteksi Kesehatan di UK Lewat Komunikasi Risiko

Diperbarui: 14 Februari 2020   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.chad.co.uk

Kurun waktu dua bulan terakhir, perhatian dunia terus terarah ke Negeri Tirai Bambu. Bukan karena perkembangan pesat negara tersebut menjadi negara adidaya, tetapi karena menyebarnya Coronavirus disease (COVID-19) yang telah menelan ratusan jiwa penduduk di sana.

Berbagai negara sekuat tenaga membentengi negaranya agar tidak kemasukan virus itu. Salah satunya adalah terus menyampaikan betapa bahayanya virus tersebut, dan bagaimana cara pencegahannya. Dalam ilmu manajemen risiko, upaya itu disebut dengan risk communication, yaitu menyampaikan atau mengomunikasikan risiko atas suatu hal yang dapat berdampak pada pihak-pihak tertentu, dengan tujuan agar pihak-pihak tersebut dapat memitigasinya.

Rasa yang utama?

Dalam artikel kali ini, saya tidak akan membahas tentang virus corona yang sedang menjadi buah bibir tersebut. Namun, tentang risk communication ini, saya jadi teringat dengan suatu upaya yang dilakukan oleh UK Government dalam mengomunikasikan risiko kepada masyarakatnya, khususnya terkait dengan makanan yang dikonsumsi.

Cerita ini membawa saya mengingat kembali ketika saya menjalani studi pascasarjana saya di University of Nottingham, Inggris di tahun 2017 lalu. Selain adaptasi dalam mengikuti cara belajar di sana, tentu adaptasi tentang makanan juga menjadi salah satu tantangan besar. Untuk orang Indonesia, kebanyakan ketika menikmati masakan di sana, komentar yang muncul adalah "kok sepertinya kurang garam dan kurang micin ya masakannya". Termasuk salah satunya adalah ketika menikmati ayam tepung krispi ala-ala KFC. Kebanyakan rasanya hambar (menurut standar lidah saya dan teman-teman asal Indonesia), pun demikian dengan ayam KFC di sana. Rasanya berbeda dengan yang ada di Indonesia. Sampai akhirnya kami menemukan satu restoran cepat saji khusus menjual ayam bernama Maryland Chicken. Rasanya benar-benar seperti rasa ayam krispi di Indonesia, "micinnya dapet banget." Restoran itu akhirnya menjadi tempat favorit saya dan teman-teman.

Kekagetan muncul ketika suatu waktu, restoran itu tiba-tiba tutup dalam waktu yang lama. Kebingungan saya terjawab ketika saya membaca berita bahwa restoran tersebut ditutup oleh pihak yang berwenang karena setelah dilakukan inspeksi disimpulkan bahwa rating kebersihan makanan (food hygiene rating/FHR) di restoran tersebut adalah sangat buruk dan memerlukan perbaikan segera.

Dari situlah saya mulai mencari tahu tentang apa itu FHR. Jadi, secara sederhana FHR dapat dipahami sebagai sebuah rating yang dirilis oleh Food Standards Agency, sebuah Lembaga independen pemerintah dengan lingkup kerja di seluruh Inggris, Wales, dan Irlandia Utara, bertugas untuk melindungi kesehatan masyarakat dan kepentingan konsumen yang lebih luas terkait dengan makanan.

FHR menggunakan skema level 0 sampai dengan 5, dengan 0 sebagai rating terburuknya. Dengan skema ini, dapat membantu masyarakat memilih tempat makan atau berbelanja makanan dengan memberi informasi yang jelas tentang standar kebersihan di tempat tersebut. Ruang lingkupnya adalah penggambaran standar kebersihan makanan yang ditemukan pada saat inspeksi, seperti pengolahan makanan, bagaimana makanan disimpan, bagaimana makanan disiapkan, kebersihan fasilitas, dan bagaimana keamanan atas makanan dikelola. Namun, skema FHR tidak menilai tentang kualitas makanan (terutama rasa makanan), pelayanan pelanggan, keterampilan kuliner, presentasi tampilan makanan, dan kenyamanan di tempat penjualan. Cakupan tempat penjaja makanannya pun cukup luas, dari mulai restoran, caf, dan pub, food vans, hotel, supermarket, sampai tempat publik seperti sekolah dan rumah sakit.

Memahami Implementasi FHR

Implementasinya, FHR biasanya ditempelkan di pintu masuk tempat penjaja makanan, misalnya dipintu depan restoran, dengan menunjukkan ratingnya, dari mulai 0 sampai dengan 5. Untuk masyarakat yang ingin tahu penjelasan secara lengkap, misal mengapa restoran yang dipilih mendapatkan rating '2', maka dapat mengakses secara online pada website https://ratings.food.gov.uk/. Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah UK terus berupaya untuk mengedukasi masyarakatnya untuk memahami risiko ketika mengonsumsi makanan, dengan memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana kondisi kebersihan makanan yang dikonsumsi.

Penggambaran sederhananya, jika pelanggan tetap memilih untuk membeli makanan pada restoran dengan rating '0' atau '1' artinya pemerintah telah mengomunikasikan bahwa pelanggan memiliki risiko yang sangat besar terpapar dampak buruk dari makanan yang tidak bersih, dan pelanggan tersebut setuju menerima risiko itu. Bahkan, masyarakat pun diperbolehkan, jika perlu, memeriksa laporan yang dibuat oleh petugas inspeksi yang mendasari rating diberikan. Menunjukkan bagaimana tingkat akuntabilitas atas penetapan rating atas suatu tempat penyedia makanan, sangat edukatif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline