Lihat ke Halaman Asli

Bergman Siahaan

Penyuka seni dan olah raga tetapi belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, Selandia Baru.

Beda Respons New Zealand dengan Indonesia terhadap Rasisme

Diperbarui: 25 September 2019   05:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga Wellington saat memenuhi lapangan Basin Reserve untuk menyatakan dukungan terhadap umat muslim (foto: Dokumen Pribadi)

Trade Me adalah portal e-commerce populer di New Zealand (Selandia Baru). Trade Me bisa disejajarkan dengan Bukalapak dan OLX di Indonesia dengan mekanisme yang sedikit berbeda. 

Bukan hanya jual-beli barang, Trade Me juga menjadi media periklanan jasa, salah satunya adalah informasi flatmates atau teman berbagi tempat tinggal. 

Pada pertengahan bulan September 2019, sebuah iklan flatmates dihapus oleh pengelola Trade Me karena mengandung unsur SARA. Berita ini dimuat NZ Herald pada 20 September 2019. Apa pasal?

Si pembuat iklan menawarkan sebuah kamar kosong untuk disewa dengan keterangan: "Not pet, smoker, or etnis X!". "Not pet" dan "No smoker" sudah jamak disebut dalam iklan-iklan rumah atau flat, tetapi kata "orang etnis X" membuat iklan tersebut dianggap melakukan diskriminasi ras.

Undang-undang
New Zealand sendiri memiliki undang-undang hak asasi (Human Rights Act 1993 No. 82) yang telah diamandemen pada tahun 2012. Undang-undang ini menjamin hak setiap orang di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. 

Undang-undang ini memberikan kebebasan siapa pun di New Zealand untuk menjalankan ibadahnya, melakukan adat-istiadatnya, dan menggunakan bahasa daerahnya. Tidak boleh ada seseorang yang melecehkan orang lain karena warna kulit, aksen, pakaian, atau pun makanan. Anak-anak di sekolah sudah ditanamkan sejak dini untuk tidak membedakan ras, budaya dan agama, apalagi mempermasalahkannya.

New Zealand pada mulanya hanya dihuni suku Maori sebagai penduduk asli ditambah keturunan Eropa yang disebut Pakeha. Namun kini New Zealand berkembang menjadi negara yang sangat multietnis dengan kedatangan para imigran dari berbagai belahan dunia. Dulu New Zealand hanya berkonsentrasi mengatasi permasalahan rasial antara Maori dan Pakeha, sekarang lebih kompleks dengan keberadaan 200 etnis dan 160 bahasa.

Serangan SARA terparah terjadi di Christchurch pada Jumat kelam bulan Maret 2019, saat masjid disasar. Orang mungkin beranggapan bahwa New Zealand rasis terhadap minoritas. Tetapi faktanya, pelaku penembakan tersebut adalah orang Australia dan penduduk New Zealand sendiri menyatakan dukungan kepada umat muslim. 

Slogan-slogan "This is not us" dan "You are welcome" terpampang di mana-mana, menegaskan sikap rakyat New Zealand terhadap kebhinnekaan di negeri itu. Perdana Menteri Ardern ---dalam pidatonya dari Wellington--- menyatakan bahwa New Zealand adalah rumah bagi semua orang yang menjunjung keragaman, kebaikan, dan kasih sayang.

New Zealand memang tidak serta-merta steril dari perbuatan rasis. Akan selalu ada oknum yang melakukan kesalahan di mana-mana. Tetapi setidaknya pemerintah, swasta, dan masyarakat secara umum sedang mempraktekkan prinsip yang sama dalam melawan rasisme.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline