Mohon tunggu...
Bergman Siahaan
Bergman Siahaan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penyuka seni dan olah raga tetapi belajar kebijakan publik di Victoria University of Wellington, Selandia Baru.

Penikmat tulisan, foto, dan video

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beda Respons New Zealand dengan Indonesia terhadap Rasisme

24 September 2019   09:09 Diperbarui: 25 September 2019   05:50 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Wellington saat memenuhi lapangan Basin Reserve untuk menyatakan dukungan terhadap umat muslim (foto: Dokumen Pribadi)

Masyarakat
Berdasarkan data di World Population Review, tercatat penduduk mayoritas di New Zealand adalah keturunan Eropa 74% dan Maori 14,9%. Selebihnya diisi oleh etnis Asia 11,8%, Pasifik 7,4%, dan Amerika Latin dan Afrika 1,2%. 

Sementara dari segi keyakinan, mayoritas penduduk New Zealand memeluk Kristen 44,3% kemudian Hindu 2,1%, Buddha 1,4%, Kristen Maori 1,3%, Islam 1,1% dan kepercayaan lain 1,4%. 

Proyeksi dari sensus yang dilakukan pada tahun 2013 itu juga mencatat penduduk yang tidak beragama sebanyak 38,5% dan yang tidak diketahui atau menolak untuk menjawab sensus sebanyak 4,1%.

Statistik menunjukkan bahwa India dan muslim adalah penduduk minoritas di New Zealand. Bagaimana pemerintah, swasta, dan masyarakat di New Zealand menyikapi rasisme, termasuk kepada kaum minoritas? 

Contoh untuk dua unsur sudah dijawab pada paragaraf di atas, yakni pemerintah menjalankan undang-undang hak azasi dan swasta ---seperti Trade Me-- -menghapus iklan berbau SARA. Sikap masyarakat sendiri mungkin tergambar dari sebuah peristiwa rasis yang terjadi di atas kereta komuter pada 8 Agustus 2019.

Sekitar pukul delapan malam, kereta dari Wellington yang sedang dalam perjalanan menuju Upper Hutt dihentikan atas inisiatif kondekturnya. Apa yang terjadi? 

Beberapa saat sebelumnya, seorang penumpang wanita berteriak ke arah seorang penumpang yang berperawakan India dengan kata-kata "Go back to your country! Don't speak that language here."

Sepertinya perempuan yang masih remaja itu tidak suka mendengar penumpang lain berbicara di telepon menggunakan bahasa India. Mengetahui insiden itu, Sang Kondektur ---yang juga seorang wanita--- menegur si remaja tetapi tidak digubris. Saat itu juga kondektur mempersilakannya untuk turun dari kereta.

Meski awalnya menolak, remaja perempuan itu akhirnya turun setelah diancam akan dilaporkan ke polisi. Akibat insiden itu, kereta pun sempat terhenti selama dua puluh menit. 

Kepada media, kondektur beralasan bahwa dia harus menjamin kenyamanan semua penumpang dan bahwa tidak ada ruang untuk rasisme di atas keretanya. 

Akibat tindakannya itu, kondektur mendapat pujian dan dukungan dari para penumpang kereta dan juga netizen yang membaca beritanya di berbagai media, salah satunya di laman NZ Herald.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun