Di tengah ketidakpastian global---mulai dari fluktuasi harga komoditas, gejolak geopolitik, hingga ancaman krisis iklim---Indonesia memilih untuk tidak terjebak dalam pesimisme. Pemerintah justru menyodorkan rancangan anggaran yang menegaskan optimisme kolektif: Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dokumen fiskal ini tidak hanya berisi angka-angka dan proyeksi makroekonomi, tetapi juga mencerminkan arah kebijakan pembangunan bangsa yang berpihak pada rakyat, sekaligus menjaga kredibilitas di mata dunia.
Menjaga Keseimbangan antara Prudent dan Ekspansif
RAPBN 2026 diproyeksikan sehat dengan defisit terkendali di angka 2,48 persen PDB. Angka ini menunjukkan kehati-hatian fiskal (prudent) tanpa kehilangan keberanian untuk tetap ekspansif. Dengan kata lain, APBN tidak hanya menjadi alat untuk menjaga stabilitas, melainkan juga motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.
Pendapatan negara ditargetkan Rp3.147,7 triliun, meningkat 9,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pajak menjadi tulang punggung dengan target pertumbuhan 13,5 persen. Optimalisasi digitalisasi perpajakan, pemanfaatan pertukaran data lintas K/L, hingga penguatan pengawasan transaksi digital menjadi strategi utama memperluas basis penerimaan. Di sisi lain, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkuat melalui tata kelola yang lebih transparan serta inovasi pengelolaan sumber daya alam, termasuk melalui Sistem Informasi Minerba (SIMBARA).
Belanja Berkualitas: Dari Rakyat, untuk Rakyat
Belanja negara sebesar Rp3.786,5 triliun diarahkan pada delapan agenda prioritas: ketahanan pangan, ketahanan energi, makan bergizi gratis, pendidikan bermutu, kesehatan berkualitas, pembangunan desa dan UMKM, pertahanan semesta, serta akselerasi investasi dan perdagangan global.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi wajah baru keberpihakan negara pada generasi mendatang. Selain itu, keberlanjutan Program Keluarga Harapan (PKH), KIP Kuliah, serta dukungan terhadap koperasi desa/kelurahan Merah Putih memperlihatkan APBN hadir nyata dalam denyut kehidupan masyarakat. Tidak berhenti di situ, alokasi untuk infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, bendungan, hingga perumahan rakyat, menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh meninggalkan kelompok rentan.
Sinergi Pusat-Daerah: Mendorong Pemerataan
Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp650 triliun menjadi instrumen strategis untuk memastikan pembangunan tidak terpusat di Jawa semata. Dana desa, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, hingga dana otonomi khusus Aceh dan Papua diarahkan agar pembangunan lebih merata. Pola ini memastikan daerah memiliki ruang fiskal untuk membiayai pelayanan dasar, memperkuat koperasi, hingga mendorong pembiayaan kreatif untuk pembangunan lokal.
Langkah ini penting karena sejarah panjang pembangunan Indonesia kerap diwarnai ketimpangan wilayah. Dengan desain TKD yang lebih sinergis, RAPBN 2026 berupaya meretas jurang kesenjangan antardaerah sekaligus memperkuat kemandirian fiskal di tingkat lokal.