Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Transportasi Online vs Ofline Siapa yang salah?

Diperbarui: 25 Maret 2016   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar liputan6.com"][ suasana Demo Taksi Blue Bird]Pasti teman-teman sudah tahu tentang kabar demo yang berujung bentrokan antara transportasi online dan transportasi offline, Entah tahu di media massa atau lihat sendiri di lapangan bahkan jangan-jangan yang baca ini yang ikut bentrokan. 

Tapi kalau ada yang belum tahu karena malas baca berita, Saya sedikit jelaskan tentang permasalahannya. Isu yang diangkat adalah tentang layanan transportasi umum resmi yang ditandai plat kendaraan kuning merasa dirugikan oleh transportasi online. 

Transportasi offline Mereka merasa sudah bayar pajak ke pemerintah tapi transportasi online seenak-enaknya menyerobot konsumennya. Padahal mereka bukan transportasi resmi dan tidak bayar pajak dalam urusan transportasi karena plat mereka adalah plat hitam.

Terlepas dari masalah ada yang kompor-komporin atau tidak, Tapi sebenarnya masalah ini seperti gunung es atau bendungan sungai Ciliwung di Jakarta yang siap-siap akan Jebol. Cuma bedanya karena ada hujan deras jadi bendungan cepat jebol. Kurang lebih tukang propokasi seperti itulah.

Jadi siapa yang salah?

Bagaimana pun masalah ini cepat atau lambat akan terjadi cuma masalah waktu saja. Sebenarnya masalah seperti bukan terjadi di Indonesia saja tapi hampir di negara di seluruh Dunia terutama negara Eropa yang lebih dulu maju soal layanan online. Coba tengok salah satu aplikasi transportasi online yang kemaren bentrok buatan mana? Sebut saja Uber.

 Uber telah membunuh kompetitornya yang offline yang hampir mirip dengan sebut saja Blue Bird Indonesia. Dunia kini telah berubah eranya yang cepat mengalahkan yang lambat. Siapa yang lambat berubah mereka akan siap-siap punah.

Pembahasan seperti pernah d bahas dalam artikel saya yang sebelumnya Brand Cowboys vs Brand SamuraiBagaimana Brand-brand Amerika mulai mengalah dominasi Jepang terutama dalam industri elektronik. Budaya Jepang yang perfeksionis yang dulu menjadi kunci keberhasilan kini malah menjadi bumerang.

Dalam membuat keputusan Jepang perlu banyak pertimbangan yang berdasarkan birokrasi sehingga menjadi lambat. Padahal sekarang eranya Social medai atau Bong Chandra menyebutnya Flat Word. Dunia yang rata, dimana sekarang sudah tidak ada perbedaan waktu atau sekat.

Informasi bisa menyebar dalam hitungan detik, Itulah mengapa bursa saham bisa guncang dalam hitungan detik di era sekarang. Berbeda dengan era dulu, ketika informasi menyebar perlu waktu. Social media telah merubah dengan cepat.

Yups permasalahan perusahaan besar yang lainnya juga hampir sama dengan permasalah Jepang. Mereka sudah terlanjur besar dan melekat dengan birokrasi sehingga mereka Lambat bergerak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline