Lihat ke Halaman Asli

Baskoro Endrawan

TERVERIFIKASI

Keterangan apa ?

Blunder Para (Mantan) HTI dan Indahnya Pikukuh Suku Badui

Diperbarui: 30 Juli 2017   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lojor Teu Menang Dipotong, Pondok Teu Menang Disambung

Sepenggal Pikukuh atau Aturan Adat Mutlak yang menjadi pedoman hidup sekitar 10 ribu orang Kanekes, atau kita lebih mengenal mereka dengan Suku Badui memang jadi bagian dari kekayaan keyakinan dan juga budaya di Indonesia. Panjang, tak boleh dipotong. Pendek? Tak boleh disambung. Terkesan sederhana, namun sejatinya sebegitu dalam makna filosofisnya. 

Didalam penghayatan terhadap Pikukuh nya, masih banyak mereka yang disebut Suku Badui Dalam tetap patuh pada peraturan adat yang bagi masyarakat modern sekarang ini terkesan absurd. Mereka tetap berjalan kaki kemana mana. Tidak mau naik kendaraan. Mereka pun tak mengenal alas kaki. Bukan karena tak tau, namun itulah satu bentuk konsekuensi dan keyakinan yang mutlak bagi mereka. Anda tak harus paham mengapa mereka melakukan itu. 

Seperti halnya kita melihat mereka anak anak berambut gimbal di dataran tinggi Dieng. Mereka yang konon adalah titipan dari Kyai Kolodete,  yang didalam legenda dan kepercayaan turut menjaga dataran tinggi Dieng bersama dengan Kiai Karim, Kiai Ageng Selo Manik, Kiai Ageng Mangku Yudho dan Kiai Walik.  Anak Gimbal, mereka pada umumnya berambut panjang gimbal dan tidak dipotong kecuali wajib mengukuti satu prosesi sebagai syarat pemotongan rambut Gimbal tersebut. Penduduk pun tetap menghormati dan patuh pada adat dan keyakinan yang berlaku disana. Anda bisa baca lebih lanjut disini

Beberapa di atas adalah contoh dimana mereka yang masih tetap kuat menjaga adat dan keyakinan. Kekayaan di bumi Indonesia ini yang semula bernama Nusantara.  Anda tak harus mengerti mengapa mereka tetap mempunyai adat dan keyakinan tersebut. Respek terhadap mereka yang taat dengan konsekuensi atas kata taat atas keyakinan tersebut. Dimana mereka tetap didalam koridor berbangsa dan bernegara di Indonesia. Meski kadang, perhatian pemerintah terhadap keyakinan keyakinan di Indonesia malah justru sangat minim. 

Tapi, terlepas dari pemerintah mereka tetap melaksanakannya.

Nah sekarang kita beranjak ke logika para mantan.  Enggak,saya gak lagi ngomongin mantan kamu yang sekarang tambah seksi itu. Atau si 'mantan' yang doyan curhat didzholimi sana sini itu. Bukan itu. 

Bingung dengan logika para mantan HTI. Lho kok "mantan" ? Karena pada tanggal  19 Juli 2017 lalu, badan hukum organisasi massa bernama Hizbut Tahrir Indonesia ,secara resmi dicabut oleh Pemerintah Republik Indonesia yang di umumkan oleh Kementrian Hukum dan HAM seperti dilansir di berita disini 

Sontak, banyak para simpatisan dan barisan para mantan ini yang kemudian mengajukan protes kepada pemerintah terkait pencabutan badan hukum HTI.  Felix Siauw pun kerap bersuara melalui laman media sosial Facebooknyatentang 'ketidak adilan' terkait hal ini. Tersenyum dan sejatinya sedikit bingung dengan logika para mantan ini

Rokhmat S Labib , Ketua DPP HTI pada  tanggal 24.8 2013 lalu pernahmenyuarakan "Kudeta No, Demokrasi No, Khilafah Yes" .  Lebih lanjut lagi Labib mengatakan , dan ini di sadur dari artikel yang kini sulit diakses dilaman HTI sendiri :

Namun, Labib menegaskan, kecaman Hizbut Tahrir terhadap junta militer bukan berarti mendukung kelompok pro demokrasi. "Sebab demokrasi adalah sistem kufur yang merampas kedualatan Allah dan menjadikan kedaulatan rakyat sebagai penggantinya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline