Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aliem

ASN di Badan Pusat Statistik.

Sambal Khas Gorontalo dan Komitmen Membunyikan Data

Diperbarui: 25 Februari 2017   17:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ruang kelas perlahan kosong ditinggal istirahat oleh semua peserta diklat. Kelelahan tercermin dari raut wajah mereka setelah seharian berkutat dengan diklat berisi rumus statistic. Langkah kaki terdengar melewati koridor gedung pelatihan menuju ruang makan. Satu persatu antri mengambil makanan dengan berbaris rapi tanpa komando.

Aku pun ikut antri sambil bercakap dengan teman kelompok sembari memikirkan topik untuk Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai syarat kelulusan. Susunan meja makan tersusun rapi dengan 4 buah kursi yang telah siap menemani untuk menyantap makanan sebagai pengganjal lambung di siang hari. Suara tawa sesekali terdengar menyambung gurauan yang menghilangkan penat dan menghidupkan suasanan di ruang makan.

Walaupun berasal dari seluruh Indonesia dengan latar belakang adat, suku, agama, dan bahasa yang berbeda, kami mampu berbaur dengan menyatukan visi untuk lulus diklat bersama. Awalnya tidak saling mengenal, namun akhirnya menjadi akrab karena permainan “sab sib sub” di hari pertama. Games yang mampu membangun kerja sama diantara kami.

Terlihat satu meja sangat ramai, teman-teman telah siap dengan sendok dan mengambil sesuatu. Ternyata sambal dabu-dabu asli Gorontalo yang dibawa oleh seorang teman yang umurnya tertua kedua di kelas kami. Bagiku, makan tanpa sambal terasa hambar.

Apalagi sambal yang disiapkan kantin kurang pedas di lidah kami, lebih terasa manis. Untung saja seorang teman dari Gorontalo rela membagi sambal yang sengaja dibawanya. Beliau bernama Rizal Yusuf, sekarang KSK senior dari Provinsi Gorontalo. Semangatnya masih membara mengalahkan usianya.

Walaupun telah cukup berumur, beliau masih sangat bersemangat mengikuti Diklat Fungsional Statistisi Tingkat Ahli Angkatan 16 di Pusdiklat. Sifat ramah dan dermawan beliau terlihat salah satunya dari keikhlasannya berbagi sambal pedas khas Gorontalo.

Kejadian yang takkan terlupa saat Pak Rizal Yusuf bertugas melapor di kelas dan memimpin doa. Beliau terlihat grogi sampai salah bicara saat melapor ke pengajar. Beliau juga sempat tertawa, sambil berbisik beliau ngomong “ saya grogi”.

Banyak hal yang kami peroleh di Pusdiklat BPS. Selain ilmu statistik, sebuah ilmu tentang “pelayanan prima” jelas kami rasakan. Pelayanan prima betul-betul diaplikasikan oleh pihak penyelenggara. Setiap keluhan ataupun cuitan dari peserta, langsung direspon layaknya layanan yang ada di hotel berbintang.

Saat kelas telah usai, saya pun berjalan ke kamar untuk sekedar meluruskan badan. Setelah makan malam, saatnya bergegas menuju ruang kelas, mengisi malam dengan berdiskusi dan menyelesaikan tugas KTI. Peserta terbagi dalam 5 kelompok KTI, masing-masing dimentori oleh seorang Widyaiswara (WI).

Tak hanya di ruang kelas, ada kelompok yang belajar di laboratorium komputer, perpustakaan, lobi, bahkan ada yang diskusinya di sebuah café di pertigaan jalan dekat Pusdiklat. Di saat kepala penat, sebuah ruangan karaoke dan fitness siap digunakan di basemen. Sekedar menghibur diri mengimbangi tekanan mental akibat materi statistik dan KTI.

Mengakhiri diklat, sebuah komitmen lahir dari peserta untuk “membunyikan data” di seantero negeri melalui tulisan di berbagai media. Statistisi dituntut membawa data-data statistik lebih dekat dan dipahami masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline