Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Aliem

ASN di Badan Pusat Statistik.

Kurang Baca, Hoax Merajalela

Diperbarui: 29 Agustus 2017   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Maraknya berita bohong atau bahasa kekiniannya adalah hoax telah meresahkan masyarakat.  Kemudahan mengakses internet,  kuota data yang relatif murah,  smartphone harga miring menjadi beberapa faktor yang menyebabkan merebaknya berita bohong atau hoax.  Fakta menyebutkan bahwa cuitan dari pengguna media sosial Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia. Makanya tak sedikit trending topik medsos adalah berita dari Indonesia. 

Namun sayangnya,  sebagian besar cuitan di medsos adalah berita yang tidak terkonfirmasi.  Parahnya lagi,  rata-rata pengguna medsos sangat mudah membagi atau share berita tanpa membacanya terlebih dahulu.  Mereka hanya langsung tekan klik share tanpa mencari kebenaran berita terlebih dahulu. Tidak ada usaha konfirmasi, apalagi mencari kebenaran akan berita tersebut. Fakta yang paling mencengangkan adalah kurangnya minat baca para pengguna media sosial.  Kurang membaca menyebabkan kurangnya pengetahuan.  Bisa dibayangkan bagaimana kualitas mayoritas berita yang tersebar di internet.  Hal inilah yang menyebabkan berita hoax tumbuh subur di Indonesia.

Musim Pilkada adalah waktu yang paling banyak diminati oleh pembuat berita hoax.  Bahkan muncul  grup-grup tertentu yang memang mata pencahariannya untuk menyebar berita hoax. Terorganisir,  terpelajar,  dan menguasai teknologi. Hoax dan pilkada terbukti menimbulkan perpecahan di masyarakat. Buktinya,  Pilkada DKI Jakarta yang sudah menjadi bahan diskusi di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. Berita bohong tentang pasangan calon, bebas beredar di dunia maya. Hoax yang telah mengarah ke black campaign tumbuh menjamur. Ditambah perilaku pengguna media sosial yang langsung menshare berita tanpa konfirmasi sebelumnya.

Tertangkapnya Saracen menjadi bukti nyata adanya kelompok penyebar hoax. Mungkin saja Saracen hanya satu di antara banyak kelompok yang menjalankan bisnis hoax. Apalagi angka rupiah yang begitu menggiurkan sebagai bayaran pembuatan berita. 

Selain peran pemerintah  dalam memerangi hoax,  peran bijak pengguna media sosial sangat dibutuhkan.  Bacalah terlebih dahulu,  konfirmasi setiap berita lalu sebarkan jika memang ada faktanya. Pergunakan medsos untuk mencari informasi,  dan menambah pengetahuan.  Tumbuhkan minat membaca untuk memerangi hoax. (*) 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline