Lihat ke Halaman Asli

Very Barus

Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Tetangga Oh, Tetangga

Diperbarui: 10 Agustus 2022   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

foto dokpri

Beberapa hari yang lalu, sosial media viral sebuah berita tentang seorang ibu ngomel-ngomel di sosmednya gara-gara di depan rumahnya dipasang tembok yang tingginya mencapai 2 meter. 

Si ibu dan keluarganya merasa terzolimi akibat ulah tetangganya yang tega  mendirikan tembok sehingga akses masuk ke rumahnya sangat terbatas bahkan nyaris menyempit. Si ibu menuding tetangganya sangat arogan dan tidak manusiawi.

Kemudian, seperti biasa nettizen sang maha tahu pun memberi beragam komentar akan berita viral itu. Mulai dari menghujat si tetangga yang tega mendirikan tebok persis di depan rumah tetangganya. 

Ada juga nettizen yang tidak mudah tersulut berita yang informasinya masih satu arah. Nettizen harus memahami apa arti cover both side story. Yang artinya, kita harus mendapat informasi berita yang seimbang sehingga kita bisa memberi tanggapan akan berita yang lagi viral itu secara netral.

Setelah si tetangga yang dituduh menzolimi buka suara, baru lah saya faham kenapa hal tersebut bisa terjadi. Ternyata justruselama ini si tetangga yang selama ini yang suak berkoar koar di sosmed di zolimi justru yang suka menzolimi keluarganya. 

Tidak hanya satu atau dua kali melainkan berkali-kali. Sampai akhirnya, klimax dari buntut permasalahan tetangga vs tetangga yang tidak kunjung usai ini adalah, berdirinya tembok setinggi 2 meter yang dibangun di tanah miliknya pribadinya. So, ada yang salah dengan si tetangga mendirikan tembok di lahan milik pribadi? Tentu tidak bukan!

Semua dilakukan untuk menghindari percekcokan, menghindari intimidasi yang kerap dilakukan tetangganya. Tembok berdiri tujuannya agar tidak saling bertegur sapa dan tidak saling bisa melihat atara satu dan yang lainnya.

Ketika tembok sudah berdiri kokoh, maka, lagi-lagi si tetangga yang merasa terzolimi kembali menggiring opini public seolah-olah keluarganya mendapat zolim yang teramat tega dari tetangganya. 

Namun, setelah si tetangga pemilik tembok buka suara, akhirnya nettizen justru memberi serangan balik ke tetangga yang ternyata memiliki mulut "sampah" yang suka berkata kasar dan mengintimidasi terhadap tetangganya.

foto dokpri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline