Istri saya mengingat kembali kejadian beberapa tahun silam saat saya bersamanya mengunjungi Pulau Samosir di Danau Toba. Kami menumpang sebuah kapal motor dengan penumpang yang tidak terlalu padat.
Namun, pulangnya ia merasa cemas ketika kapal melaju tidak normal, sementara penumpang lebih padat dari sebelumnya. Ia semakin ketakutan karena cuaca tiba-tiba berubah ekstrem menjadi berkabut, angin bertiup kencang, dan para penumpang pun terdiam dalam suasana mencekam. Untunglah kami selamat kembali ke Kota Prapat.
Ingatan itu membekas ketika saya mengabarinya tentang berita musibah KM Sinar Bangun di Danau Toba. Sekira 186 orang penumpang tanpa manifes yang jelas menjadi korban dan masih dalam pencarian. Musibah ini tentu mencoreng prestasi Kementerian Perhubungan yang sempat mengklaim tingkat kecelakaan mudik lebaran tahun ini menurun.
Satu kejadian yang mirip sebelumnya juga terjadi di Makassar pada kapal motor layar (KM Arista). Kapal motor biasa melayani angkutan antarpulau kecil di Makassar. Namun, KM Arista dikabarkan kapal milik pribadi, bukan untuk melayani penumpang umum. Dugaan penyebab tenggelamnya kapal selain karena kelebihan muatan juga karena hantaman angin (faktor cuaca). Banyaknya korban 13 orang tewas dari 35 penumpang disebabkan tidak adanya pelampung yang disediakan untuk keadaan darurat.
Begitu pula yang ditengarai pada musibah KM Sinar Bangun. Kapal kelebihan muatan sehingga ketika cuaca berubah ekstrem, tali kendali putus. Tambahan lagi, kapal tidak menyediakan pelampung penyelamat. Seperti yang diberitakan, BMKG telah memberikan peringatan dini secara lokal pada hari kejadian yaitu pukul 12.00 dan pukul 14.00.
Ada perubahan cuaca signifikan di wilayah Samosir. Kecepatan angin yang semua 2-3 meter per detik, pada pukul 17.00 meningkat menjadi 6 meter per detik. Kecepatan angin itu dapat memicu tinggi gelombang 1 1/4 meter. Itulah penjelasan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono R. Prabowo di Studio Mini BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat seperti dikutip Detik.com.
Entahlah mengapa dengan peringatan dini ini kapal tidak dicegah berlayar. Jadi, dugaan penyebab KM Sinar Bangun mengalami kecelakaan adalah tali kendali putus saat ombak tinggi menghantam dan juga karena beban kapal sudah melebihi kepatutan. Sesuatu yang disebutkan biasa terjadi di sana: menaikkan penumpang ke kapal seperti menaikkan penumpang ke angkot atau bus. Kapal pun hanya dilengkapi alat penyelamat berupa ban dalam mobil yang jumlahnya asal ada, jarang yang benar-benar menyediakan jaket/pelampung penyelamat.
"Bercanda" dengan Bencana Alam
Rentetan kejadian ini menunjukkan masyarakat kita juga sering "bercanda" dengan bencana tanpa berusaha mengantisipasinya. Soal bencana yang mengancam Indonesia ini pula sempat saya bincangkan dengan Bapak Andi Eka Sakya yang baru saja mengakhiri tugasnya sebagai Kepala BMKG. Beliau menjadi "tamu" istimewa saya saat berkunjung ke Institut Penulis Indonesia untuk mengikuti privat menulis buku.
Saya beruntung menyimak penjelasan Pak Andi tentang rencana naskahnya terkait potensi bencana di Indonesia dan upaya-upaya antisipasi yang harus dilakukan. Tahun krusial Indonesia harus bersiap menghadapi bencana adalah tahun 2025, berdasarkan siklus bencana dan seiring dengan makin bertambah parahnya perubahan iklim yang dipicu pemanasan global. Di samping itu, Indonesia dikenal sebagai wilayah yang berada pada kawasan cincin api Pasifik dengan ratusan gunung berapi aktif yang sewaktu-waktu dapat meletus.
Fakta ini adalah hal yang harus kita hadapi tanpa maksud menakut-nakuti. Di ponsel saya kini terinstal aplikasi pemantau cuaca buatan BMKG yang rutin memberi info peringatan dini di berbagai wilayah Indonesia. Beberapa hari ini saya melihat informasi peringatan dini gempa di Kepulauan Mentawai beberapa kali.
Di lemari buku saya terkoleksi empat buku tentang bencana di samping beberapa edisi dari National Geographic karena saya juga tertarik dengan wacana ini:
- Gempa Bumi: Ciri dan Cara Menanggulanginya, karya Tim Relawan Gitanagari, diterbitkan oleh Gitanagari, 2006;
- Gempa Bumi: Penjelasan Ilmiah dan Sederhana, karya L. Don & Florence Leet, diterbitkan oleh Kreasi Wacana, 2006;
- Bersahabat dengan Ancaman: Buku Bantu Pendidikan Pengelolaan Bencana untuk Anak Usia Sekolah Dasar, diterbitkan Grasindo, 2007; dan
- Bencana Mengancam Indonesia: Laporan Khusus Kompas, diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, 2011.