Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Lepau Kopi Zaman Now

Diperbarui: 22 Oktober 2021   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Menyampaikan pendapat adalah hak azasi manusia. Kebebasan untuk itu, berbeda dari waktu ke waktu.

Dahulu kala, lepau atau pos ronda, tempat paling nyaman untuk adu gagasan. Saat ini, kebiasaannya tetap, hanya caranya yang sudah berbeda. Hape dijadikan media utama.

Sinisme, dari dulu hingga saat ini masih menarik di hati. Sindiran bertubi-tubi dialamatkan terhadap pribadi atau organisasi. Ibarat peluru, ditembakkan terus tanpa ragu. Lebih banyak sampah, daripada khasanah.

Tradisi debat aslinya tanpa penengah atau moderator. Waktu itu, prosesnya memang bukan untuk tontonan.

Tapi begitu formatnya berubah, diperlukan tukang kipas atau penengah yang tidak berat sebelah.

Ada moderator saja sering terjadi dispute. Lalu saling melempar kata kotor. Menggebrak meja, menyiramkan air dari gelas. Sekarang ini figur semirip itu banyak yang menggemari.

Diksi kasar yang digunakan malah dipuja-puja. Jika salah, masih dibela-bela.

Jika akhirnya harus menghakimi, maka berlakulah hukum yang berlawanan. Aku pintar, mereka goblog. Aku bertaqwa, mereka pendosa. Aku taat, mereka bejat. Aku suci, mereka kotor sekali.

Kosa kata yang seharusnya berkembang, malah menyempit.

Mereka tertarik topik yang paling aktual dan viral. Yang paling asyik, membuat konten yang sensasional. Ukurannya, topik itu banyak ditanggapi oleh mereka yang mengerti atau yang sedang sakit hati.

Debat di media sosial, menjurus ke katarsis. Mereka membutuhkan mesin cuci, untuk membasuh emosi di tempat lain yang sedang dihadapi. Sementara lumayanlah mampu untuk mengurangi beban kehidupan yang asli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline