Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Mengamuk Kok Dibanggakan

Diperbarui: 18 April 2021   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sini, terlalu mudah untuk mengamuk. Masalah sepele, bisa jadi diselesaikan bertele-tele. Tempatnya pun di mana saja. Di jalan raya, rumah sakit, sekolah, lapangan sepak bola, dan lain-lain. Bahkan di warung pecel lele, baru-baru ini pembeli mengamuk gara-gara terlalu lama menunggu masakannya.

Dalam rangka mengatasi masalah, terdapat beberapa alternatif kemungkinan. Pertama, doing nothing alias tidak berbuat apa-apa. Kedua, overadaption yaitu mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain. Ketiga, agitation bermaksud memperkeruh suasana hingga lupa masalah utama. Keempat, mengamuk atau violence, karena ini yang paling mudah dipraktikkan.

Di dalam kamus bahasa Belanda dan Inggris, mengamuk diistilahkan sebagai  amok maken atau run (go)  amok. Istilah amok hanya dikenal di Philiphina dan Indonesia saja. Entah kenapa.

Amuk dengan unjuk rasa itu bersaudara. Unjuk rasa lebih mudah dilakukan tinimbang unjuk karya. Karena terlalu asyik mengamuk dan berunjuk rasa, kita menjadi lupa bahwa kecerdasan itu sangat penting sebagai bekal berkarya demi waktu yang tersisa. Jika kompetensinya hanya mengamuk, akan semakin jauh jarak ketertinggalan kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline