Lihat ke Halaman Asli

APOLLO_ apollo

Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Fenomena Angka dan Tanda

Diperbarui: 2 Februari 2018   14:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk menjelaskan angka sebagai tanda, beberapa tahun silam ketika saya menginap di hotel Jogjakarta ada suatu fakta yang membuat merepleksikan yakni bentuk rumah tidak ada yang membelakangi Kraton atau suasana hotel lift nya tidak ada angka berhenti di lantai 4 melainkan lantai 3A, demikian di Bali, atau hotel di Palembang tidak mengakui angka 13, dan banyak lagi diwilayah NKRI yang memahami angka sebagai simbol. 

Demikian ketika saya meneliti 3 tahun tentang Ontologi Kejawan di Solo, dan Ontologi Kejawen Jogja bahwa angka hitungan adalah penting misalnya angka 5 pada Klendarium (9,7,4,8, 5 atau Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi, kemudian di validasi menjadi {5,4,3,7,8,6,9,  atau mulai hari minggu sampai sabtu} untuk pendasaran menghitung Neptu logika Manusia Jawa). 

Konsep ini kemudian dipakai untuk menghitung waktu untuk membuat ruang "tanda" tindakan Manusia Jawa yang rigor pada relasi Mikrokosmos dan Makrokosmoas (sebagai system Dialektika antara: Buana Agung dan Buana Alit). 

Di Solo hari-hari ini dibekukan menjadi "Nama-Nama Pasar" secara empirik. Jadi manusia Jawa memahami hari sebagai realitas segala sesuatu adalah Angka atau bilangan. Wajar Galileo menyatakan "Alam ditulis dengan bahasa matematika". Newton merumuskan teori universal gravitasi, berkeyakinan bahwa "alam adalah buah kehendak bebas Tuhan, mendapatkan kepastian matematis".

Paham semacam ini tidak hanya sampai di sini, pada tahu 2009-2012 penelitian etnografi saya tentang Dayak Kaharingan di Kalimantan menemukan narasi puisi atau ritual penyatuan alam semesta (Hiyang Wadian), bahwa penggunaan angka-angka selalu dipakai memanggil penyatuan manusia dengan daya asalinya. (misalnya narasi itu berucap 1,2, dan berakhir 10). 

Angka 7 adalah angka pantang di ucapkan dan mesti dilewati karena usia manusia di dunia ini cuma ada 7 hari (manusia mati, dan lahir punya ( 7 "tanda buruk" )waktu: Minggu, Senen, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu). Kita mati atau lahir ("tanda" bahagia sedih, untung malang, suka duka) pasti ada tujuh pilihan hari, dan usia kita sebenarnya cuma 7 hari yang tak dapat di ketahui dengan pasti waktunya. Maka angka 10 dan 7 adalah angka penting yang mesti diketahui dengan baik dalam tatanan manusia Dayak.  

Kondisi ini sebagai proses dan  situasi social masyarakat untuk melakukan internalisasi  makna hidup menjadi sebuah metode menghindari kecemasan hidup."Angka adalah sebuah Fenomena Ontologis" dari realitas atau the being

Kita menghindari rumah "tanda" sial dengan angka 13, bahkan akuntansi gagal menerapkan harga fair value rumah posisi tusuk sate. Begitu juga dalam kiblat rumah memperhatikan unsur harmoni 4 material: api, angin, tanah, dan air.

Arah "tanda" dan bentuk katulistiwa apakah menghadap timur (wiwitan), barat (kulon), selatan (kidul), dan utara (lor). Begitu Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 jatuh pada hari adalah Jumat Legi ("berjumlah neptu 15 representasi "tanda" kejujuran ) angka kramat Bangsa, dan diadakan renungan malam di Taman Makam Pahlawan Kalibata, dan seluruh Wilayah NKRI ("tanda"hari Suci dari 16 Agustus-ke 17 Agustus) pada pukul 00 sebagai "tanda" waktu. 

Namun pukul 00 di Pontianak pusat garis katulistiwa angin berputar dari laut ke pantai. Hasil pengamatan jam 00 itu telinga kita mengecil beberapa detik, cahaya hape Samsung berubah, bahkan Kendi Air minum manusia Jawa terjadi peristiwa mengecil pada situasi yang sama. 

Pada kelender Chinese ada simbol Karakter berdasarkan 12 Shio, dalam mistis menentukan siapa yang menjadi pemimpin dalam siklus"tanda"pertahunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline