Lihat ke Halaman Asli

Benz_Hermawan

Tukang Jait

Melihat Tradisi Sedekah Bumi Tanpa "Klenik"

Diperbarui: 5 Oktober 2022   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tradisi Sedekah Bumi masih bergeliat di Bumi Nusantara. Di belahan Jawa kearifan lokal ini terus dijaga. Berbagai cara dengan ornamen khasnya seakan mengiringi.

Berbagai hasil bumi, baik itu sayuran hingga buah-buahan menjadi syarat utama. Hasil pertanian dan perkebunan itu ditata apik. Ada yang bentuk gunungan, ogoh-ogoh hingga aneka ragam rupa.  Biasanya, ritual Sedekah Bumi digelar memperingati pergantian tahun kalender Jawa dan Hijriah, serta Tahun Baru Islam.

Di wilayah berbatasan dengan kota Surabaya yakni Kabupaten Gresik, tradisi ini terus dijaga. Tanpan ritual "Klenik" ataupun melawan akidah, Sedekah Bumi di pinggir kota Pahlawan ini menjadi destinasi wisata. Entah apakah ini disebut melawan modernisasi, nyatanya seperti di wilayah Laban, Sidowungu,Telogo Bedah dan daerah lainnya, tradisi ini terus dilestarikan.

Dari apa yang tergambar ini, warga di kota Metropolis ini seakan masih memiliki asah antusias akan rasa melindungi dan memegang kuat budaya serta tradisi leluhur secara turun temurun.

Memang berbagai persepsi akan tradisi leluhur ini mencuat. Ada yang mendukung ada juga yang menentang, namun sisi lain dari pandangan kasat mata tanpa "Klenik"  Sedekah Bumi syarat akan makna dan filosifi.

Dimulai dari mengumpulkan hasil panen. Dimana para petani membaur dengan sukarela menyisihkan hasil panennya. Disini terlihat kebersamaan akan satu tujuan berbagi kepada masyarakat atas hasil panen dari sektor pertanian maupun perkebunan.

Bayangkan saja demi untuk menyuguhkan hasil panen yang melimpah dan diberikan pada masyarakat untuk diperebutkan, para petani bersama membaur. Tanpa adanya sekat maupun memandang kaya atau miskin mereka dengan sukarela bersama-sama menata hasil panen.

Tidak hanya itu kebersamaan nan guyub wujud persatuan juga terlihat ketika hasil bumi diarak. Seakan kompak berirama para petani yang menyajikan hasil panennya tak terpisahkan. Mereka bahu membahu untuk bisa sampai ketitik yang ditentukan. Ada yang dipanggul, ada juga didodorong secara bersama-sama.

Bagi masyarakat yang masih melestarikan kearifan lokal ini Sedekah Bumi ini tidak hanya sebagai tradisi namun juga mempunyai makna yang lebih, tidak hanya simbolis akan upacara tradisional, tapi bagian dari ungkapan rasa syukur masyakat.

Ketika berbincang dengan Budayawan Surabaya Kukuh Akhiyanto, ada makna besar dan filosofi yang terkandung dari tradisi Sedekah Bumi. Bahkan dengan yakinnya Kukuh menyebut Sedekah Bumi pantas terus dilestarikan.

Menurutnya dari satu tradisi kegiatan Sedekah Bumi saja perputaran ekonomi masyarakat juga ikut bergeliat. Dari kegiatan tradisi ini, magnet menghadirkan masa seolah menjadi hal mudah. Entah masyarakat di era modern saat ini butuh hiburan atau pertunjukan, nyatanya apa yang disuguhkan mampu menghipnotis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline