Lihat ke Halaman Asli

Belajar dari Kawan dan Koruptor

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belajar dari Kawan dan Koruptor

            Beberapa bulan yang lalu saya sedang menikmati susu coklat dingin di sebuah angkringan. Letaknya di sebelah utara dari Laboratorium Budidaya Kehutanan UGM dan persis di sebelah selatan warung mie bertembok kuning, saya lupa namanya.

            Di angkringan tersebut hanya ada tiga orang. Saya, kawan saya, dan penjual angkringan tentunya. Kami berdua, bersama kawan saya sedang asyik mengobrol. Dia dua tahun lebih muda dari saya. Seorang mahasiswa baru. Kami berbincang tentang beberapa buku yang sedang marak di pasaran, buku motivasi. Dia amat tertarik dengan buku-buku semacam itu. Saya hanya pura-pura tertarik untuk menghargai apa yang menjadi perhatiannya sambil sesekali menimpali kata-katanya.

Hingga timbul suatu percakapan tentang cita-cita. Sepertinya dia masih terkena efek dari hegemoni kelulusan yang setiap siswa akhir tahun ajaran pasti tahu bagaimana atmosfernya dahulu. Dan yang paling jelas terlihat dia begitu antusias mengutip perkataan dari seorang berkacamata dengan rambut jarang yang sering muncul di televisi setiap minggu malam. Kalau di rumah saya biasanya channel nomer 13.

“Mas, kalau saya sudah lulus nanti saya ingin mengabdi kepada bangsa dan negara.”

“Caranya?”

“Saya harus menjadi orang yang berpengaruh dulu agar bisa menjadi ketua Pemberantas Korupsi.”

“Korupsi apa koruptornya yang ingin kamu hapus?”

“Dua-duanya lah mas.”

“Tidak bisa.”

“Mas ini kok pesimis toh.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline