Kali ini saya ingin bercerita ketika saya sedang membeli camilan bapao ayam yang murah, lumayan besar, sangat enak (menurut saya) di daerah Depok namanya Bapao & Siomay O'an dekat RS Hermina Depok.
Di sana, saat saya dan teman sedang membeli Bapao, tiba-tiba saya penasaran dengan Siomaynya. Setelah saya membeli Siomay dan mencobanya, saya sangat senang dan untuk rasa didominasi rasa manis yang tidak terlalu manis. Rasa ayamnya terasa dan sangat lembut. Cocok sekali untuk kudapan anak-anak.
Setelah saya wawancara dengan Ibu pemilik kiosnya, ternyata memang Siomay itu langganan untuk anak-anak yang sekolah di sekitaran tokonya. Banyak ibu yang membeli siomaynya karena enak dan anak-anak suka. Oleh karena itu, saya menajdi kepikiran, kenapa ya mayoritas makanan yang manis ini cocok untuk anak-anak? Ya, mungkin untuk anak berkisar umur 3 - 5 tahun.
Jika kita perhatikan, memang kenyataannya itu makanan anak-anak kecil, mulai dari susu, sereal, biskuit, hingga vitamin cair seringkali terasa lebih manis dibanding makanan untuk orang dewasa. Bahkan, banyak anak usia 3–5 tahun yang dengan spontan menolak makanan pahit atau asam, tetapi akan dengan senang hati menerima sesuatu yang manis. Apakah ini hanya kebiasaan yang dibentuk oleh industri pangan, atau ada dasar biologis yang membuat anak-anak lebih menyukai manis?
Jawabannya ternyata lebih dalam dari sekadar strategi pemasaran. Rasa manis pada anak-anak berkaitan erat dengan biologi, perkembangan otak, adaptasi evolusi, dan kebutuhan energi yang tinggi pada masa pertumbuhan.
Naluri Sejak Lahir
Sejak lahir, bayi sudah memiliki preferensi bawaan terhadap rasa manis. Penelitian klasik menunjukkan bahwa bayi yang diberi larutan gula menjadi lebih tenang, berhenti menangis, bahkan terlihat lebih puas (Steiner, 1977).
Hal ini terjadi karena rasa manis merangsang pelepasan dopamin dan opioid alami di otak, yang memberi efek menenangkan dan menyenangkan (Berridge & Kringelbach, 2015). Jadi, manis bukan sekadar rasa, tetapi juga stimulus neurobiologis yang berkaitan dengan rasa nyaman dan keamanan.
Pada usia 3–5 tahun, perkembangan otak anak berada dalam tahap sangat pesat. Otak manusia, meskipun hanya 2% dari berat tubuh, membutuhkan sekitar 20% energi total tubuh. Pada anak kecil, kebutuhan ini bahkan bisa lebih tinggi.
Rasa manis adalah sinyal alami bahwa suatu makanan kaya akan karbohidrat sederhana—bahan bakar utama otak. Glukosa dari makanan manis masuk ke aliran darah lebih cepat dan memberi pasokan energi instan. Tidak mengherankan jika tubuh anak-anak secara naluriah lebih tertarik pada rasa manis dibanding rasa lain.
Lidah Anak Lebih Sensitif terhadap Rasa
Anak-anak memiliki lebih banyak reseptor rasa di lidah dibanding orang dewasa. Menariknya, meskipun lebih sensitif, mereka justru menyukai tingkat kemanisan yang lebih tinggi.