Lihat ke Halaman Asli

Arie Yanwar

Hanya seorang rakyat yang peduli kepada negerinya tercinta

LPDP, Si Cantik nan Seksi yang Disayang dan Dibenci

Diperbarui: 24 Juni 2018   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kabar24-Bisnis Indonesia

Saya cukup terkejut ketika mendapat tautan tentang liputan Najwa di chanel youtubenya. Liputan tersebut ditayangkan di youtube per 29 Desember 2017 dan pada saat tulisan ini dibuat telah ditonton lebih dari 30 ribu kali dan mendapat 1.409 like dan 269 unlike. 

Jumlah komentar pun sudah lebih dari 400 dan saya yakin akan terus bertambah. Walaupun saya tidak membaca semua komentar satu per satu, tapi dari beberapa puluh komentar yang saya baca dapat dilihat bahwa proporsi antara mereka yang pro dengan tayangan lebih banyak dari mereka yang mengkritisi tayangan tersebut.

Tentu saja saya juga termasuk yang mengkritisi tayangan tersebut akibat framing yang tidak berimbang karena lebih banyak menggunakan sudut pandang mereka yang tidak lolos seleksi. Bahkan terdapat tuduhan SARA yang mengesankan bahwa mereka yang tidak lolos seleksi terebut gagal karena SARA atau gender (baca: sexis). 

Tentu saya sangat mengapresiasi netizen yang mengkritisi tayangan tersebut terlepas dari status mereka yang merupakan awardee LPDP atau pegawai LPDP atau warga negara biasa yang memang kritis atau bahkan pendaftar beasiswa LPDP yang tidak lolos seleksi (walau yang ini saya ragu ada).

Tulisan saya pun bisa jadi merupakan bias karena saya seorang awardee LPDP angkatan jadul  dimana LPDP baru saja menjadi lembaga penyalur beasiswa dan seleksinya pun belum seketat yang sekarang, tentu saja karena pendaftarnya belum sebanyak sekarang. 

Ada tiga isu yang akan saya ulas disini yaitu tuduhan SARA dan sexis, ujian psikotest online, dan beasiswa dari uang pajak. Mari kita bahas satu persatu isu tersebut.

Tuduhan SARA dan sexis

Tuduhan ini didasarkan pada seleksi wawancara yang terlalu mengulik masalah pribadi. Ironisnya ketika ada pendaftar yang mendapat pertanyaan ini dan tidak lolos seleksi, langsung serta merta muncul anggapan bahwa ketidaklolosan ini dikarenakan pertanyaan yang berbau SARA dan sexis tersebut. 

Lebih ironisnya lagi, banyak netizen yang otomatis mengambil kesimpulan bahwa seleksi penerima beasiswa LPDP memang mengandung unsur SARA dan sexis apalagi begitu dapat dukungan dari aktivis HAM dan gender, sehingga ketika ada yang pendaftar yang tidak lolos seleksi dan kebetulan mendapat pertanyaan seperti itu langsung berkesimpulan bahwa ketidaklolosannya adalah gara-gara SARA dan sexis tersebut.

Terus terang tuduhan dan simpulan tersebut sangat bahkan terlalu dangkal. Saya tertarik dengan statement dari Dirut LPDP bahwa tujuan LPDP itu adalah mencetak leader di masa depan dan memang itu visi dan misi dibentuknya LPDP. Oleh karena itu jelas sudah bahwa kemampuan akademik, kemampuan struggle in life bahkan pengalaman hidup sengsara pun bukan menjadi kriteria utama yang dicari LPDP. 

Leadership skill lah yang sebenarnya di cari oleh LPDP. Leadership skill ini bukan berarti kita pernah pengalaman menjadi bos atau tahu bagaimana bersikap kalau jadi bos, jika anda seorang penulis dengan ribuan fans dan followers gak otomatis anda memiliki leadership skill, pun jika anda pernah mendirikan organisasi dan memimpin organisasi tersebut gak otomatis leadership skill tersebut anda miliki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline