Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Nihilisasi Harga Diri Pujangga

Diperbarui: 7 April 2024   06:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Denting kecapi menyublim dari filsafat menjadi cermin, candu yang menyerang neuron. Kamu ingat tujuh belas burung garuda yang terbang dari lubang suara, keluar dan menyulam pohon kiara dengan bom tawa mereka? Aku melihat sekilas tabel periodik dan tak terkejut melihat diriku sendiri di kolom taksa. Menggantungkan pipi di dinding, menanam ilalang dengan benih yang dicuri dari mimpi. Terkadang di bawah sepasang tanduk kambing gunung yang mengerang panjang. Tidak salah jika kita menjahit diri kita seperti benang perak hangus menghitam dan menjadi gombal pembersih dosa. Di dalam melintang. Di luar mendatar. Pasukan berkerudung yang compang-camping tak mampu menyingkap cahaya bulan dalam pendakian mereka yang melelahkan. Putih transparan. Kaki kaku tak bergerak angkat bangkit berdiri. Lupa bila rahang menganga.

Di mana letak etalase pajang misil berlapis krom kata-kata penyair? Mawar hutan untuk melindungiku, membuatku berdarah tertusuk duri. Menikahlah denganku malam ini. Di pagi hari aku mati.

Denting kecapi larutkan cermin ke dalam mangkuk piala filsafat.

Cikarang, 7 April 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline