Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Rusunawa (Bab 33)

Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Saat Mama, Rano dan Suti kembali ke rusunawa, suasana terasa lebih tenang. Libur sekolah Suti telah berakhir dan tinggal seminggu Rano mulai ke kampus.

Mama kini punya lebih banyak uang untuk biaya hidup mereka karena dia tidak perlu lagi membiayai pengobatan suaminya. Dia sedang berpikir untuk pindah ke apartemen yang lebih baik di luar kompleks Rusunawa yang direkomendasikan oleh seorang kenalan.

Itu adalah apartemen dengan unit saling berhadapan, mirip dengan rusunawa tetapi lebih mahal karena lokasinya.

Suyudi, seorang tetangga, sering datang menghibur Mama sejak suaminya meninggal, menasihatinya untuk tetap tinggal di rusunawa dan membesarkan anak-anaknya.

"Nanti kamu akan menyesal setelah merasakan dalam jangka panjang, uang lebih yang kamu keluarkan tidak sepadan. Menurutku, lebih baik ditabung untuk keperluan tak terduga. Nanti kalau anakmu sudah selesai kuliah dan bekerja, dia pasti akan membahagiakanmu, memberi apapun yang kamu inginkan. Anakmu pintar," kata Suyudi.

Mama mengangguk setuju dan tersenyum. "Kamu benar. Sayang juga kalau uang dihabiskan untuk sewa rumah."

Sejak mereka balik dari kampung, Suyudi datang kapan pun Mama kembali dari kios sayurannya, sementara Suti bersekolah dan Rano membantu membereskan rumah. Beberapa tetangga mengira dia berselingkuh dengan Suyudi, karena dia selalu menyuguhinya makan siang. Suyudi berusia awal tiga puluhan, lebih muda dari Mama dan masih belum menikah.

"Seharusnya dia menjaga marwah lakinya dan berduka cita sebelum nyari laki lagi," kata seorang tetangga.

Seperti biasa, Mama Rano ke pasar sementara Suti pergi ke sekolah. Rano telah menitipkan apa yang harus Mama beli untuknya di pasar dan menyerahkannya kepadanya. Dia akan ke Depok hari Minggu, karena beruntung mendapatkan kamar di asrama mahasiswa milik universitas.

Hari itu hari Jumat. Menurut tradisi, istri yang berkabung biasanya mengenakan busana serba hitam sebagai tanda berduka cita dan tinggal di dalam rumah selama beberapa minggu. Tetapi sejak kembali ke Jakarta, Mama memutuskan untuk berduka hanya pada hari Minggu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline