Lihat ke Halaman Asli

Kinar Set

rajin dan setia

Nasionalisme dan Islam di Indonesia

Diperbarui: 30 Juli 2018   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NU.or.id

Semasa hidup, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah bertanya kepada umat muslim kurang lebih begini pertanyaannya : Kita ini sebenarnya orang Islam yang hidup di Indonesia ataukah orang Indonesia yang beragama Islam ?

Sejujurnya pertanyaan itu sangat dalam, bukan sekadar soal kata-kata yang dibalik saja dan lewat begitu saja. Di dalamnya terkandung dua paradigma yang bertolak belakang soal implementasi Islam di Indonesia.

Yang harus kita pahami adalah ketika pertanyaan itu terlontar adalah, saat itu Gus Dur melihat banyak orng Islam di Indonesia yang menggunakan identitas ke-Arab-an untuk meneguhkan dirinya sebagai umat Islam.

 Mereka memakai segala atribut dan identitas itu seakan Islam itu Arab dan Arab itu Islam. GusDur dan beberapa tokoh Islam lain semisal Nurcholis Madjid yang lama tinggal di jazirah Arab dan Mesir malah tidak memakai segala atribut itu. 

Saat itu Gus Dur mengatakan bahwa "Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita menjadi budaya Arab, bukan untuk 'aku' jadi 'ana', 'sampeyan' jadi 'antum', 'sedulur' jadi 'akhi'. Kita pertahankan milik kita. Kita serap ajaran nya, tapi bukan budaya Arabnya."

Apa yang diucapkan GusDur sebenarnya adalah wujud dari Islam Nusantara ; Islam yang khas Indonesia yang punya perbedaan budaya, adat dan bahasa yang sangat banyak. Islam di Indonesia masuk pada abad 7 M dan berkembang sesuai dengan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa kita. Terbukti selama berabad-abad Islam semakin berkembang dan dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat kita karena pendekatan budaya yang baik.

Ini kita bisa bandingkan dengan perkembangan Islam di Andalusia yang disebarkan dengan kekuatan militer. Jenderal Thariq bin Ziyad mengembangkan Islam di wilayah Andalusia (semenanjung Iberia - Spanyol) . 

Islam memang mengalami kejayaan ketika itu tetapi meredup setelah terjadi Inkuisisi Spanyol yang melibatkan agama dan sempat terjadi kekerasan.

Jika dibandingkan dengan Indonesia, hal itu sangat bertolak belakang. Walisongo berdakwah dengan pendekatan budaya Nusantara sehingga kultur local tidak hilang dan kehidupan masyarakat Islam dan umat lain berlangsung dengan damai. 

Kala itu masyarakat banyak yang menganut Hindu dan Budha. Meski begitu para wali tidak mengubah pokok syariat ajaran Islam, hanya beberapa penyesuaian dalam penerapan.

Sebenarnya yang lebih penting untuk diperdebatkan pada masa kini adalah bukan soal perbedaan pendekatan (Islam Nusantara dan pendekatan lainnya) tetapi adalah bagaimana saling bahu membahu dalam mewujudkan kebenaran berbangsa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline