Lihat ke Halaman Asli

Asti Pravitasari

Penulis Freelance

Rumah Lama Tak Berpenghuni

Diperbarui: 29 September 2023   17:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pixabay.com/Enrique Meseguer

Jujur, aku sangat rindu rumah yang dulu aku diami. Di sana ada aku, almarhum bapak, ibuk, dan adikku. Banyak kenangan selama tinggal di rumah mungilku itu.

    Semenjak dua tahun setelah bapak meninggal, aku dan ibuku tinggal didi rumah baru. Tak juga bisa dibilang baru. Rumah ini rumah lama yang tak pernah ditinggali selama puluhan tahun, semenjak nenekku meninggal.

    Oleh sebab lama tak ditinggali, rumah ini jadi tak terawat. Memang, pakde yang tinggal di belakang rumah nenek ini sering menyapu halaman. Tetapi, pakde tidak pernah membuka rumah dan hanya menggunakan dapur untuk memasak.

    Jadi, rumah ini bisa dibilang rumah angker. Seringkali, aku merasa ada sesuatu yang berkelebatan di sini. Setiap tidur -- entah itu tidur siang ataupun malam, aku selalu dibuat mimpi yang aneh-aneh. Salah satunya, aku bermimpi jadi Yesus. Pribadi yang sangat agung, Dialah Tuhan yang aku sembah.


***

    Akibat mimpi-mimpi itu, aku jadi terkena dampaknya. Pada tahun keempat aku tinggal di sini, aku merasa akulah Dia -- ya, aku jadi percaya perkataan roh jahat itu. Pasti, disebabkan aku tidak mengenal Tuhan Yesus secara pribadi.

    Jujur, memang aku baru-baru ini mengenal Tuhan Yesus. Selama tiga puluh dua tahun hidupku, aku baru menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatku selama dua bulan. Waktu yang sangat singkat memang.

    Itu akibat semenjak aku mengalami masa lalu yang buruk dan memutuskan untuk membiarkan hatiku dipenuhi akar pahit. Aku sangat menyesali hal itu.

    Tentu saja, dulu bukan saja aku yang menderita. Tetapi, juga ibuku yang hidup bersamaku di sini. Aku menyesal, telah membuat ibu menderita karena keadaanku akibat menerima pernyataan-pernyataan roh jahat melalui mimpi itu.

    Aku tak mau lagi membuat ibuku bersedih, apalagi menderita. "Maafkan aku, ibu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline